Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro)
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro)

Parlemen Pertanyakan Dasar Hukum Holding Tambang

Husen Miftahudin • 15 November 2017 19:49
Jakarta: Pembentukan holding BUMN pertambangan akan memasuki babak baru. Empat perusahaan tambang pelat merah akan menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) secara serentak pada 29 November 2017.
 
Keempat BUMN tersebut terdiri dari PT Inalum (Persero), PT Antam Tbk (Persero), PT Bukit Asam Tbk (Persero) dan PT Timah Tbk (Persero). Dalam agenda RUPS Antam, Bukit Asam, dan Timah akan membahas perubahan status perusahaan dari persero menjadi non persero.
 
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir mempertanyakan dasar hukum pembentukan holding. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 yang dijadikan dasar hukum pembentukan holding masih jadi polemik di parlemen.

PP 72/2016 dianggap tidak sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
 
Selain menghilangkan fungsi DPR ketika akan ada pengalihan kekayaan atau aset negara dari satu BUMN ke BUMN lain, ketentuan golden share yang diatur dalam PP 72/2016 juga dipertanyakan.
 
"Cukup dengan adanya satu saham istimewa (golden share) di perusahaan, maka perusahaan itu masih bisa dibilang sebagai BUMN dan pemerintah berwenang penuh. Payung hukum di atasnya dimana? Di UU BUMN atau UU manapun tidak ada yang mengatur seperti itu," ujar Inas dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, 15 November 2017.
 
Pada pasal 2A ayat (1) PP 72/2016, disebutkan bahwa penyertaan modal negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham miik negara pada BUMN atau PT kepada BUMN atau PT lain dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa melalui mekanisme APBN.
 
"Ini berarti bisa tanpa persetujuan DPR. Padahal, UU 17/2003 mengatur bahwa perubahan kekayaan negara menjadi aset BUMN dan PT tidak dapat langsung dikerjakan oleh pemerintah karena harus dibahas dengan DPR," tuturnya.
 
Selanjutnya, pasal 2A ayat (2) mengatakan, ketika kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain sehingga sebagian besar saham tersebut dimiliki oleh BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki satu saham dengan hak istimewa (golden share) yang diatur dalam anggaran dasar.
 
"Sementara UU 19 Tahun 2003 tentang BUMN mengatur bahwa anak perusahaan BUMN bukanlah BUMN sehingga anak perusahaan BUMN tidak dapat diperlakukan sama dengan BUMN dalam hal penugasan dan pengelolaan sumber daya strategis. Secara konstitusi (UUD 45 Pasal 33), seluruh aset strategis nasional harus dikelola oleh negara melalui BUMN," tutup Inas.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan