Pengamat energi Iwa Garniwa mengaku, dari awal target pembangunan pembangkit 35 ribu mw dinilainya terlalu ambisius. Sebab, kebutuhan pembangunan listrik tak sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yang kini tengah mengalami pelambatan.
Selain itu, Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) menambahkan, dalam program 35 ribu mw, swasta mendapat porsi yang lebih besar ketimbang PLN. Porsi swasta sebanyak 25 ribu mw sementara PLN hanya mendapat sebanyak 10 ribu mw.
"Tentunya hal ini dapat merugikan PLN sebagai pembeli listrik dari IPP (Independent Power Producer/produsen listrik swasta) kontrak TOP (Take or Pay)," ujar Iwa kepada Metrotvnews.com melalui pesan singkat elektronik, Jakarta, Minggu (4/9/2016).
Kerugian PLN akan terjadi apabila perkiraan pembangunan pembangkit yang dilakukan swasta meleset lebih tinggi dibanding realisasi pertumbuhannya, maka akan ada pembangkit yang idle. Jika demikian, Iwa memastikan bahwa pembangkit PLN yang akan dimatikan.
"Hal ini salah satu yang menghambat pembangungan proyek ini, karena PLN tahu persis risiko yang akan dipikulnya," papar dia.
Berdasarkan proyek Fast Track Program (FTP) 1 dan 2, membangun pembangkit bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebagai gambaran, jelas Iwa, untuk membangun PLTU Batu Bara dibutuhkan waktu sekitar lima tahun. Dengan rincian feasibility study selama 1 tahun, izin-izin dan pembebasan lahan 1 tahun, dan konstruksi selama 3 tahun.
Di sisi lain, proyek pembangkit 35 ribu mw tidak hanya dititikberatkan pada PLN, sebab pembangunan juga dilakukan oleh swasta. PLN bertanggung jawab terhadap pembangunan 10 ribu mw dan 7.900 mw, sementara swasta bertanggung jawab terhadap 25 ribu mw di bawah pengawasan pemerintah melalui Tim Percepatan Pembangunan Kelistrikan.
Jadi keterlambatan ini bagi saya bukan hal yang luar biasa walau izin bisa lebih cepat, tapi feasibility study-nya harus akurat karena terkait dengan lokasi yang baik. Dalam sistemnya, PLN juga bermasalah supply batu baranya," ungkap Iwa.
Sayangnya, keterlambatan di sisi proses pembangunan pembangkit diperparah dengan kondisi politik. Menurut Iwa, Menteri ESDM terdahulu Sudirman Said yang diganti oleh Arcandra Tahar kemudian diganti dan dijabat sementara oleh Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, membuat fokus pembangunan berkurang.
"Hal ini buat fokus pembangunan mulai kurang dan mau tidak mau menghambat pembangunan. Banyak hal yang membuat keterlambatan ini, dan memang sulit untuk dipercepat," pungkas Iwa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id