T: Berbicara soal kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) terutama premium mengapa bisa sampai subsidi premium dihapuskan?
J: Pertama lihat dari perspektif luas dulu, kita terlalu banyak me-mark up subsidi BBM, tidak ada dana untuk infrastruktur, untuk sosial kurang. Akibatnya kita lihat kelemahan macet dimana-mana, biaya logistik mahal karena sulitnya infrastruktur, kemudian jalan-jalan kita masih pertumbuhannya tidak seberapa, 52 persen irigasi kita rusak yang mempengaruhi produksi pertanian, terlalu banyak kita gunakan uang untuk subsidi.
Oleh sebab itu subsidi ini sudah lama sekali dibahas, jadi pada bulan pertama itu dulu yang diselesaikan. Tapi ternyata harga minyak dunia turun, begitu turun kita evaluasi kembali agar fair kepada masyarakat. Kalau harga sudah turun kita turunkan dan ini kesempatan kita melepaskan sama sekali tidak ada lagi subsidi untuk premium.
T: Sampai kapan harga premium disesuaikan?
J: Ya akan tetap seperti itu, tapi mungkin kalau sekarang seminggu sekali nanti mungkin akan dua minggu sekali. Supaya tidak lama gap-nya karena kalau harga minyak dunia turun, kita tetapkan harga dalam satu bulan maka Pertamina akan dapat keuntungan banyak tapi di waktu harga minyak dunia naik, kita tetapkan harga dalam satu bulan, Pertamina masih jual harga murah di luar harga beli yang sudah mahal, maka lebih baik kita tetapkan dua minggu sekali. Kalau dua minggu gap-nya masih kecil.
T: Kapan ditetapkan dua minggu sekali?
J: Kita akan lihat ya mungkin setelah Januari mungkin Februari kita akan diskusi kembali dengan menteri keuangan dengan menteri ESDM supaya lebih fair kepada masyarakat dan kepada Pertamina. Harga premium sampai bulan ini Rp7.600 per liter, nanti pemerintah akan hitung lagi harga rata-rata minyak, berapa harga rata-rata dolar kemudian ketemulah harga keekonomian baru dengan PPN 10 persen ditambah pajak daerah lalu ditambah biaya-biaya Pertamina, maka ada harga jual. Kalau harga minyak dunia seperti sekarang kemungkinan akan turun lagi bulan depan.
T: Apakah tidak melanggar UU?
J: Enggak, enggak, keputusan Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa tidak mewajibkan subsidi, undang-undang energi mengatakan subsidi cuma diberikan kepada orang miskin, tidak ada kewajiban (subsidi komoditi). Sekarang kita masih berikan subsidi solar, gas elpiji 3 kg, subsidi listrik. Hal yang diwajibkan oleh Mahkamah Konstitusi adalah harga ditetapkan oleh pemerintah. Nah ditetapkan pemerintah dihitung semua harga minyak dunia dalam sebulan kemudian dihitung harga kurs kemudian ketahuan harga keekonomian. Kemudian ditambah biaya untuk Pertamina, untuk storagenya yang bisa menyimpan dan menjamin harga yang sama seluruh Indonesia.
T: UU Migas bilang harga tidak boleh ditentukan mekanisme pasar?
J: Memang tidak ada mekanisme pasar, harga tetap ditentukan pemerintah, dengan cara hitung harga keekonomian daripada harga MOPS plus pergerakan rupiah ditambah PPN 10 persen kemudian ada pajak untuk daerah antara 5-10 persen, untuk luar Jawa pajak daerah itu 5 persen, tapi Jawa Bali pemerintah bisa tentukan apakah mau 5 persen,7,5 persen atau 10 persen. Untuk di Jakarta cuma 5 persen tapi kalau di Bali 7,5 persen maka harga premium di Bali dijual Rp7.900 per liter.
T: Berbagai kebijakan baru banyak menimbulkan banyak respon publik, bagaimana tanggapan pemerintah?
J: Masyarakat tidak terbiasa saja, kalau di luar negeri harga ditetapkan dinaikkan diturunkan harian, itu yang ikut mekanisme pasar. Kemudian ada kompetisi pompa bensin kompetisi itu yang kemudian oleh Mahkamah Konstitusi bertentangan. Masyarakat akan terbiasa seperti Pertamax naik ya naik turun ya turun. Cuma sekarang ini masyarakat belum terbiasa. Sebenarnya waktu zaman Megawati dulu pernah diberlakukan cara seperti itu tapi enggak lama ya. Jadi itu akan bagus menyebabkan dana subsidi untuk bangun infrastruktur bisa bangun irigasi bisa subsidi bibit, pupuk, kita bantu alat pertanian kita bisa perbaiki jalan, jembatan, waduk baru, rel kereta api, semua bisa kita lakukan karena mengurangi subsidi.
T: Akan ada penghapusan apalagi ke depan untuk efisiensi anggaran?
J: Saya pikir ke depan pun solar itu enggak perlu kita subsidi lagi. Apalagi kalau harga makin turun itu harus kita lepaskan, Biasakan masyarakat hidup dengan biaya ekonomi yang sebenarnya. Tapi masih perlu waktu, bukan tahun ini. Tapi tahun depan kita akan lihat, di berbagai negara enggak ada subsidi karena subsidi yang diperlukan untuk orang miskin, karena subsidi komoditas itu enggak mencapai sasaran. Seperti yang Anda lihat subsidi solar buat orang beli kendaraan dengan bahan bakar solar karena solar lebih murah padahal kita maksudkan subsidi ini untuk kepentingan ekonomi. Mungkin kalau perlu subsidi targeted kepada angkutan umum supaya ekonomi mencerminkan kondisi ekonomi yang sebenarnya bukan ekonomi subsidi.
Subsidi listrik dan elpiji masih ada, tapi jangka panjang perlu kita pikirkan siapa yang menikmati. Tetap yang perlu kita subsidi orang miskin itu harus, siswa miskin, subsidi biaya kesehatan, gratis biaya pendidikan. Anak-anak tidak perlu bayar uang sekolah itu subsidi oleh negara kemudian orang miskin diberi raskin (beras miskin), jadi semua tujuannya untuk bantu masyarakat kurang beruntung.
Di samping itu pemerintah kirim uang pedesaan untuk bantu ekonomi di pedesaan karena kebanyakan orang miskin kan di pedesaan. Lebih baik itu dari pada mensubsidi komoditinya. Tahun ini subsidi solar pasti Rp1.000 per liter, tahun depan kita lihat, masih dikaji lagi. kita belum tahu harga minyak gimana, kalau harga minyak turun kita lepas saja masyarakat juga enggak terasa toh.
T: Jadi kebijakan baru ini pemanasan?
J: Bukan pemanasan, tapi menuju ke arah kebijakan yang lebih baik karena negara maju, negara berkembang, negara yang meningkatkan kemakmuran bukan karena negara yang disubsidi tapi negara yang punya kebijakan yang baik, dengan bayar sesuai harga keekonomian maka masyarakat akan lebih menghargai. Jadi ada kesadaran, proyek pemerintah selama ini enggak ada kesadaran kalau disubsidi. Kalau misal bayar sesuai dengan harga keekonomian semua akan berhitung.
T: Apa landasan hukum penyesuaian harga BBM?
J: Keppresnya (Keputusan Presiden) sudah ada, tapi yang paling penting itu dilakukan oleh Kementerian ESDM, itu bagian dari kebijakan pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News