"Ada tiga indikasi yang menunjukkan bahwa PGN memang menyalahgunakan posisi monopoli dia. Secara sepihak tanpa mempertimbangkan daya beli dari konusmennya menentukan harga jual gas, kedua penetapan harga dilakukanoleh PGN itu sangat eksesif jauh di luar wajar. Ketiga adalah klausul di dalam perjanjian jual beli yang cenderung merugikan end user atau konsumennya," kata Ketua KPPU M Syarkawi di Jakarta, Selasa (27/9/2016).
Indikasi monopoli pada sektor gas ini kata Syarkawi terlihat dari mahalnya harga gas. Tim investigator mengitung terdapat kesenjangan harga mulai dari harga di hulu, harga di transportasi dalam pipa dan kapal hingga harga di pengguna akhir atau end user atau konsumen.
"Berapa besaran harganya, ada rumusan formulanya, nah berdasarkan formula itu kita hitung lagi bedasarkan harga yang ditetapkan oleh PGN kepada end usernya. Itu ada selisih yang lumayan besar," jelas Syarkawi.
Berdasarkan selisih itu lanjut Syarkawi menjelaskan, dikalikan dengan berapa besar volume penjualan selama ini dilakukan oleh PGN selama periode yang kita perkarakan.
"Itulah besaran margin yang diperoleh PGN dalam bisnis gas di wilayah Medan," paparnya.
Sementara itu, selain PGN ada Pertagas yang menjadi produsen gas namun dengan pasar berbeda. Rencana pemerintah untuk menggabungka Pertagas yang merupakan anak perusahaan dari Pertamina denga PGN ke dalam holding BUMN energi, menurut Syarkawi akan membuat kekuatan monopoli semakin besar.
"Holding akan semakin menguasai. Dari konteks industri bersifat esensial fasility seharunsya pemerintah membuat regulasi yang kuat,"jelas Syarkawi.
Namun, kata Syarkawi, pihaknya juga akan terus memonitor produsern gas yang lain dalam hal ini Pertagas untuk membandingkan apakah sama melakukan monopoli harga penjualan dan distribusi gas.
"Apalagi Pertagas kita monitor terus, karena mereka ini perushaaan yang bukan lagi duopoli tapi cendrung monopoli karena pasarnya terbagi antara pertagas dan PGN," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News