"Enggak perlu ada revisi," kata Luhut dalam paparan tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, di Gedung Bina Graha KSP, Jakarta Pusat, Rabu 18 Oktober 2017.
Meski memang diakui Luhut ketika membuat program 35 ribu mw asumsi pertumbuhan ekonomi ditaksir mencapai tujuh persen. Namun ternyata, kondisi perekonomian saat ini belum begitu menggembirakan.
Di sisi lain, Luhut bilang bahwa dri target tersebut, jadwal operasi secara komersial atau commercial of date (COD) yakni sebesar 22-23 ribu mw pada 2019 yang mana PPA (Power Purchase Agreement) adalah perjanjian jual beli tenaga listrik antara perusahaan produsen listrik swasta (IPP) dan PLN akan selesai pada tahun tersebut.
"Beruntung kita baru 22 ribu-23 ribu MW. Karena kalau enggak kita oversupply. Enggak bagus juga," jelas dia.
Sebelumnya, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyarankan PLN untuk mengevaluasi ulang pengerjaan program 35 ribu mw.
Hal itu menanggapi surat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan bahwa ada potensi PT PLN (Persero) gagal bayar utang.
Fabby menjelaskan alasan awal program 35 ribu mw dibuat untuk mengimbangi pertumbuhan ekonomi di 2015-2016 yang diproyeksikan mencapai tujuh persen. Tetapi realisasinya masih sangat jauh. Hingga akhir 2017 ini saja proyeksi hanya 5,3 persen.
Lalu, proyeksi pertumbuhan listrik yang juga ditargetkan mencapai delapan atau sembilan persen, realisasinya hanya empat persen. Melihat dua poin itu, menurutnya, perlu ada perbaikan program 35 ribu mw.
"Nah, adanya perbaikan asumsi 35 ribu mw, sebenarnya kebutuhan untuk investasi 35 ribu mw yang harus di-deliver sampai 2019 kan tidak sebesar yang diperkirakan semula," kata Fabby.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News