Ketua Dewan Energi Nasional Prof. Tumiran. Foto: MTVN/Wanda Indana
Ketua Dewan Energi Nasional Prof. Tumiran. Foto: MTVN/Wanda Indana

Penyebab Proyek 35.000 MW Lambat

Wanda Indana • 14 Mei 2016 12:43
medcom.id, Jakarta: Proyek pembangunan pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW) terancam molor dari target penyelesaian pada 2019. Hambatan terbesar pembangunan infrastruktur listrik adalah pembebasan lahan, finansial, dan proses administrasi untuk PPA (power purchasing agreement atau perjanjian jual-beli listrik).
 
Ketua Dewan Energi Nasional Prof. Tumiran mengatakan, sinergitas antara eksekutor proyek yakni PT PLN (Persero) dengan kementerian terkait kurang optimal. Walhasil, beberapa kebijakan berhenti di tengah jalan.
 
"Hambatan terbesar kurang sinergis (dengan kementerian terkait) dalam mengambil keputusan. Seperti pembebasan lahan sampai saat ini untuk titik pembangkit baru 49 persen yang masuk ke dalam tata ruang daerah," kata Tumiran, dalam diskusi bertajuk 'Mengapa 35 Ribu Megawatt Lambat' di Gado-Gado Boplo, Jalan Gereja Theresia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (14/5/2016).

Tumiran pun usul dilakukan percepatan proyek 35.000 MW. Presiden harus menunjuk satu menteri yang bertugas mengkoordinasikan antara PLN dan kementerian terkait. Tumiran bilang, waktu percepatan proyek 35.000 MW sudah sangat mendesak.
 
"Misalnya Menteri ESDM dan BUMN itu juga tidak harmonis seperti apa yang diharapakan. Contoh untuk mengaliri listrik Indonesia bagian timur dengan energi terbarukan, PLN akan lebih dengerin Menteri ESDM, kalau soal harga PLN akan lebih melihat arahan dari Menteri BUMN. Jadi harus jelas siapa yang mengambil keputusan," kata dia.
 
Soal pembebasan lahan, PLN juga harus diberi target. Menurut Tumiran harus ada terobosoan hukum yang mengatur mekanisme pembebasan lahan. "Instrumen-instrumennya harus jelas," ujar dia.
 
Penyebab Proyek 35.000 MW Lambat
Ilustrasi pembangkit tenaga listrik. Foto: MI/Panca Syurkani
 
Tumiran mengatakan PLN tidak bisa bekerja sendiri. Misalnya untuk pembebasan lahan, PLN harus segera berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional. Dia mengatakan, PLN harus menyadari bahwa proyek 35.000 MW bukan proyek perusahaan, melainkan proyek negara.
 
"Harus ada target, kalau tidak siapa yang dirugikan? tentu masyarakat Indonesia. Kita butuh listrik, listrik harus menjadi driver perekonomian, bukan menjadi sekadar komoditi. Kalau mau ekonomi kita kuat, bangsa kita mau tumbuh, listrik harus cukup. Listrik cukup menciptakan industri, industri menciptakan lapangan kerja," jelas dia.
 
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta proyek pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW dievaluasi secara menyeluruh. Pasalnya, realisasi proyek itu belum memenuhi target yang ditentukan.
 
"Sedikit lebih lambat dari target. Sebab itu, Presiden memberi warning lebih baik dilakukan evaluasi secara mendalam supaya nanti tidak terjadi sesuatu di tengah jalan," ujar Menteri ESDM Sudirman Said usai menghadap Presiden di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat 13 Mei.
 
Sudirman menuturkan, evaluasi yang diminta Jokowi yaitu mulai dari proses tender, pendanaan, hingga pengelolaan di PLN. "Jadi, beliau menekankan supaya ada review yang mendalam dan menyeluruh. Mumpung tenggat waktunya masih jauh," tutur dia.
 
Poin penting yang harus di review, lanjut Sudirman, yaitu eksekusi kebijakan di daerah. Realisasi proyek listrik 35.000 MW harus menjadi otoritas regional.
 
Saat ini, realisasi proyek pembangkit listrik baru mencapai 10 persen atau sekitar 3.500 MW. Sisanya, masih dalam persiapan pengadaan. Sementara itu, PT PLN mengungkap ada 201 kasus yang menghambat pembangunan pembangkit listrik, jaringan transmisi, dan gardu induk untuk proyek 35.000 MW.
 
Adapun dari 201 kasus itu, 145 atau 72 persen kasus di antaranya adalah masalah pembebasan lahan, 44 kasus perizinan, sembilan kasus tuntutan hukum, dan tiga kasus kerja sama pihak ketiga.
 
PLN menargetkan sebagian besar dari pembangunan yang merupakan bagian dari proyek pembangkit listrik 35.000 MW akan beroperasi di 2019. Berikut target pengoperasian proyek 35.000 MW serta 7.000 MW dari 2016 hingga 2019:
 
1. 2016 sebanyak 38 pembangkit listrik, total kapasitas 2.414,50 MW.
2. 2017 sebanyak 106 pembangkit listrik, total kapasitas 5.576,9 MW.
3. 2018 sebanyak 86 pembangkit listrik, total kapasitas 8.446,9 MW.
4. 2019 sebanyak 80 pembangkit listrik, total kapasitas 19.117,4 MW.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan