Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu P Sjahrir mengatakan kelonggaran peningkatan produksi batu bara yang ditetapkan pemerintah ini sudah terlihat dampaknya di tiga minggu terakhir di mana harga batu bara turun USD20 per ton.
"Karena peningkatan 100 juta ton atau hampir 20 persen dari total produksi. Ketakutan dari industri adalah penurunan harga. Dan benar, tiga minggu terakhir harganya turun luar biasa, hampir kurang lebih hampir USD20 per ton," kata Pandu, saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa, 4 September 2018.
Pandu menjelaskan pengusaha batu bara mendukung pemerintah untuk memperkecil defisit transaksi berjalan. Hanya saja, dengan cara pemerintah membuka kesempatan untuk menambah kuota produksi batu bara sebanyak 100 juta ton di tahun ini menjadi 585 juta ton akan membuat sinyal ketidakpastian pasar.
"Jadi kalau bisa dibilang untuk CAD kita dukung, batu bara kebetulan ekspornya jadi yang terbesar dan kontribusinya untuk bantu juga. Hanya saja dari sinyal ini (tambahan produksi) banyak memberikan ketidakpastian dari sisi industri," ungkap dia.
Pandu yang sekarang ini menjabat sebagai Direktur PT Toba Bara Sejahtera Tbk mengatakan perusahaannya tidak akan menaikkan produksi batu bara dalam Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB). Perusahaan tetap melakukan produksi sesuai proyeksi sekitar 6 juta ton sampai akhir tahun.
Pada semester I-2018 telah terealisasi 2,5 juta ton. Sebagian besar produksi tersebut dijual di pasar ekspor seperti Taiwan, Tiongkok, Korea, dan Japan. "Tidak naikkan (produksi), tetap 6 juta ton tahun ini," tukas dia.
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Harga Batu Bara Acuan (HBA) pada Agustus 2018 USD107,83 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News