"Diawali dengan pemangkasan slot kuota gas elpiji tiga kg dari semula 6,5 metrik ton menjadi 6,1 metrik ton. Berkurang sekitar 400 ribu metrik ton," kata Tulus dihubungi di Jakarta, dikutip dari Antara, Minggu, 10 Desember 2017.
Padahal, permintaan gas elpiji tiga kg justru mengalami peningkatan. Karena itu, pasokan gas elpiji tiga kg menjadi berkurang atau mengalami kelangkaan.
Terkait peningkatan permintaan gas elpiji tiga kilogram, Tulus menyebut disebabkan dua hal. Pertama rentang harga yang sangat jauh antara elpiji tiga kilogram dengan 12 kg dan penyimpangan penyaluran elpiji bersubsidi.
"Karena rentang harga yang sangat jauh, banyak pengguna elpiji 12 kg yang berpindah menjadi pengguna gas elpiji tiga kilogram. Selain jauh lebih murah, gas elpiji tiga kilogram juga dianggap lebih praktis dan mudah dibawa," tuturnya.
Sebagai elpiji bersubsidi, pola penyaluran gas elpiji tiga kilogram seharusnya bersifat tertutup. Artinya, hanya konsumen yang berhak saja yang boleh membeli gas elpiji tiga kilogram.
Namun, saat ini penyaluran bersifat terbuka atau bebas sehingga siapa pun bisa membeli. Tulus menyebut ada pola penyaluran yang dilakukan pemerintah tidak taat asas.
"Tidak kurang dari 20 persen pengguna gas elpiji 12 kilogram berpindah ke tiga kilogram karena harga 12 kilogram dianggap sangat mahal sementara tiga kilogram sangat murah karena disubsidi," Karena keadaan tersebut, Tulus menilai pemerintah semakin limbung ketika subsidi gas elpiji tiga kilogram terus melambung karena penggunaannya terus meningkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News