Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa. Foto : Medcom/Ilham Wibowo.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa. Foto : Medcom/Ilham Wibowo.

BPH Migas Minta Subsidi BBM Kereta Barang Dihentikan

Ilham wibowo • 30 Desember 2019 14:55
Jakarta: Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) kembali mengusulkan adanya perubahan konsumen pengguna Jenis BBM Tertentu (JBT) atau Solar subsidi dalam Peraturan Presiden (Perpres) 191 Tahun 2014. Satu diantara sektor yang perlu dikurangi yakni alokasi untuk lokomotif kereta barang milik PT KAI (Persero).
 
"Bukan hanya masalah batu bara, tapi yang namanya barang itu juga kami usulkan tidak menggunakan BBM subsidi karena sudah bisnis ke bisnis," kata Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa saat memberikan penugasan subsidi BBM 2020 kepada Pertamina dan AKR Corporindo di kantor BPH Migas, Jakarta Selatan, Senin, 30 Desember 2019.
 
Usulan revisi Perpres tersebut sudah dilakukan berkali-kali melalui surat resmi sejak era Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Namun, surat tersebut belum menjadi fokus untuk dibawa dalam rapat di Kementerian Koordinasi bidang Perekonomian.

"BPH migas sudah tiga kali membuat usulan kepada Menteri ESDM, revisi Perpres cukup di Menko Perekonomian saja tidak perlu ke presiden, karena hanya mengubah lampiran," papar pria yang akrab disapa Ifan ini.
 
Terkait alokasi untuk PT KAI, subsidi BBM pun diusulkan hanya boleh dinikmati bagi kereta angkut penumpang. Menurut Ifan, BBM subsidi untuk kereta api batu bara rangkaian panjang (Babaranjang) maupun angkutan barang sudah menyalahi Konsumen yang berhak menerima.
 
"Apalagi berdasarkan pengecekan kami di lapangan dengan uji petik, batu bara itu bukan hanya lokomotif Bukit Asam tapi banyak perusahaan bahkan dari luar negeri menggunakan lokomotif BBM subsidi," ungkapnya.
 
Ifan menyampaikan pihaknya tak akan menghalangi pihak PT KAI yang mengubah strategi peningkatan bisnis dalam penggunaan Babaranjang. Hanya saja, alokasi BBM subsidi perlu dihentikan agar bisa ditujukan bagi kelompok yang tengah didorong seperti konsumen di wilayah terpencil.
 
"Bahkan ada lokomotif dengan BBM subsidi untuk mengangkut perusahaan tertentu di Sumatra, ada angkut kelapa sawit dan bubur kertas untuk diekspor, ini kan tidak tepat sasaran," tuturnya.  
 
Lebih lanjut, Ifan menyampaikan usulan tersebut untuk menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup banyak orang di seluruh wilayah NKRI. Konsumen lain yang diusulkan tak boleh menggunakan solar bersubsidi yakni kendaraan untuk perkebunan dan pertambangan.
 
Dalam aturan semula, tertulis kendaraan bermotor umum di jalan untuk angkutan orang atau barang dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar kuning dengan tulisan hitam, kecuali mobil barang untuk pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam buah. Regulasi tersebut diusulkan diubah agar hanya kendaraan bermotor di jalan untuk angkutan barang dengan jumlah roda maksimal empat buah.
 
"Nah ini kami usulkan tidak lagi untuk mobil atau kendaraan roda enam, fakta di lapangan yang kosong pun dia isi, dan dia balik lagi isi lagi ke SPBU," ujarnya.
 
Selain kendaraan tambang, perkebunan, dan kereta api barang, BPH Migas juga mengusulkan kendaraan bermotor perseorangan di jalan untuk angkutan barang tak lagi menggunakan BBM subsidi.
 
BPH Migas juga mengusulkan agar usaha perikanan seperti Pembudi Daya Ikan Skala Kecil (Kincir), dengan verifikasi dan surat rekomendasi dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kab/Kota yang membidangi perikanan yang semula boleh menggunakan BBM subsidi, kini hanya di tingkat Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
 
"Silahkan dari Kementerian ESDM tindak lanjuti dengan Kemenko Perekonomian, BPH Migas hanya lakukan pengawasan melalui peraturan, jangan sampai 2020 kuota BBM jebol lagi," pungkasnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan