"Untuk harga minyak para pemain dunia tidak melihat satu-dua tahun, mereka melakukan analisa untuk 20-30 tahun ke depan," ujarnya kepada Medcom.id, saat ditemui di studio Grand Metro TV, belum lama ini.
Dwi mengatakan untuk level harga USD50 hingga USD60 per barel masih bagus di mata investor.
"Kecuali ada peristiwa tertentu yang membuat kepanikan dan harganya anjlok sampai USD30 per barel, itu investor pasti enggak mau. Lagipula OPEC akan melakukan kebijakan memotong produksi sebagai langkah menjaga harga," tukasnya.
Harga minyak dunia diprediksi tidak melonjak signifikan pada 2020. Peramal melihat harga patokan minyak internasional, minyak mentah Brent bakal berada di kisaran USD59-USD70 per barel untuk 2020, berdasarkan dari berbagai proyeksi untuk pasokan, dan permintaan global.
Mengutip CNBC International, Rabu, 25 Desember 2019, administrasi Informasi Energi atau Energy Information Administration (EIA) memperkirakan harga spot Brent akan rata-rata USD61 barel per hari pada 2020, turun dari rata-rata di 2019 sebesar USD64 barel per hari. Kondisi itu menempatkan patokan AS, West Texas Intermediate (WTI) di rata-rata USD5,50 per barel atau lebih rendah dari Brent.
Di sisi lain, para menteri energi dari beberapa produsen minyak terbesar dunia sepakat memperdalam pengurangan produksi yakni dengan tambahan 500 ribu barel per hari hingga Maret 2020. Dalam hal ini, OPEC dan non-OPEC atau sering disebut OPEC+ menyekapati pemangkasan saat pertemuan dua tahunan di Wina, Austria.
Kesepakatan baru, yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan banyak analis, akan membuat OPEC+ mengurangi total produksi minyak sebesar 1,7 juta barel per hari. Aliansi energi menyatakan pihaknya berencana untuk meninjau kebijakan tersebut di pertemuan luar biasa pada 5-6 Maret.
Harga minyak menguat tak lama setelah pengumuman OPEC+. Patokan internasional, minyak mentah Brent diperdagangkan pada USD64,70 barel per hari atau naik sekitar dua persen. Sementara West Texas Intermediate (WTI) AS berdiri di USD59,63 atau dua persen lebih tinggi.
Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan Arab Saudi akan memperpanjang pengurangan sukarela 400 ribu barel per hari. Ini berarti pemotongan total aliansi energi akan secara efektif mencapai 2,1 juta barel per hari. Adapun OPEC+ hanya dapat mencapai angka ini dengan catatan adanya kepatuhan yang terus ditingkatkan.
Pemimpin de facto OPEC, Arab Saudi, bersikukuh dengan negara-negara lain yang sebelumnya telah memproduksi berlebih seperti Irak dan Nigeria- harus mematuhi kuota grup. Hal itu dianggap penting karena berkaitan dengan upaya menjaga stabilitas harga minyak di pasaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News