Wakil Ketua Komisi VII Syaikhul Islam Ali menyambut positif rencana pemerintah tersebut. Holding itu diharapkan mampu menuntaskan hilirisasi yang berujung pada efisiensi demi meningkatkan daya saing di tingkat nasional, regional maupun global.
Namun demikian, dia juga mengingatkan agar pembentukan holding migas mempunyai orientasi dan tujuan yang jelas. Hal itu agar masalah energi nasional benar-benar dapat terselesaikan dengan baik untuk kepentingan masyarakat dan negara.
"Holding tapi tidak jelas orientasi dan tujuannya. Apalagi kemungkinan besar tata kelola migas akan berubah karena revisi UU Migas," ujar Syaikhul kepada wartawan di Jakarta, Minggu (11/9/2016).
Dia melanjutkan, holding migas ditujukan untuk pembenahan energi nasional secara keseluruhan. Sebab saat ini, Indonesia tengah mengalami krisis energi karena kemampuan produksi tak mampu penuhi kebutuhan itu sendiri.
"Kita sendiri di Komisi VII belum pernah membahas soal holding ini, tapi prinsipnya harus hati-hati karena krisis energi di depan mata. Pasalnya, cadangan migas menipis, lifting turun, harga gas mahal, impor BBM gila-gilaan," ungkap dia.
Seperti diketahui, saat ini, pemerintah tinggal menunggu revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2005 tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada badan usaha milik negara. Revisi PP tersebut untuk memuluskan rencana pemerintah melakukan holding perusahaan-perusahaan BUMN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News