Demikian diungkapkan oleh Arifin Panigoro, dalam orasi ilmiah yang bertajuk: 'Krisis Energi & Kepemimpinan Nasional: Harapan dan Terobosan untuk Pemerintahan Baru', yang disampaikan pada acara pelepasan Wisudawan Universitas Paramadina, Jakarta, Sabtu (11/10/2014).
Salah satu faktor tersebut karena hingga saat ini belum ada political will dan komitmen dari pemerintah untuk menyadari bahwa Indonesia akan mengalami krisis energi dalam waktu dekat.
"Sehingga, yang terjadi di lapangan adalah terlalu banyaknya wacana dan rencana namun minim dalam implementasi di lapangan," tutur dia.
Selain itu, Arifin menggarisbawahi mengenai banyaknya politisi yang bertahan dengan politik pencitraan dan mengorbankan kepentingan bangsa kedepannya, termasuk menurunnya dana eksplorasi dikarenakan banyaknya peraturan dan pembiayaan yang tinggi.
Arifin mencontohkan salah satu proyek terlama yang tidak kunjung mulai, di mana Medco Energi juga terlibat di dalamnya, adalah proyek geotermal saluran di Sumatera Utara yang baru dimulai 2012 setelah 20 tahun dari pengeboran eksplorasi pertama.
Dia menyikapi krisis ini harusnya dianggap sebagai sebuah peluang besar bagi Indonesia. Terdapat peluang emas untuk mengubah 77 juta hektare lahan kritis menjadi hutan dan perkebunan yang menghasilkan minyak nabati dan replanting bibit unggul untuk sawit untuk meningkatkan kualitas sawit. Mentransformasikan dominasi produktifitas CPO menjadi produksi bahan bakar nabati dunia.
Dalam hal pemanfaatan energi terbarukan Indonesia cukup kaya mulai dari energi pasar bumi yang merupakan 40 persen panas bumi dunia adalah sebuah potensi yang luar biasa, belum lagi potensi, potensi energi lainnya baik dari air, angin dan gelombang laut.
"Bila semua potensi ini dapat tergali dengan baik, maka akan banyak lapangan kerja dan juga bukan tidak mungkin untuk diekspor keluar," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News