Ilustrasi energi terbarukan.--Foto:Antara/Rosa Panggabean
Ilustrasi energi terbarukan.--Foto:Antara/Rosa Panggabean

Pemerintah Diminta Tunda Rencana Penarikan Pungutan dari Harga BBM

Wanda Indana • 29 Desember 2015 08:25
medcom.id, Jakarta: Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika meminta pemerintah menunda penarikan pungutan dana ketahanan energi dari masyarakat melalui harga bahan bakar minyak (BBM). Menurut dia, rencana itu berpotensi melanggar Undang-undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
 
Menurut Kardaya, pemerintah tidak memiliki dasar hukum mengumpulkan pungutan dari masyarakat. Jika tidak diatur, hal itu dapat memicu kemarahan publik.
 
"Kita minta mekanisme mengumpulkan dananya harus jelas. Kalau tidak rakyat makin ribut lagi. Tunda dulu lah, kaji lagi dampak menarik pungutan dari masyarakat," kata Kardaya dalam acara Bincang Pagi Metro TV, Jakarta, Selasa (29/12/2015).

Kardaya membeberkan, pemerintah bisa saja mengumpulkan dana untuk ketahanan energi yakni melalui pajak. Berdasarkan Undang-Undang PNBP pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 menyebut sumber pendanaan untuk energi terbarukan itu berasal dari APBN, APBD, dan swasta.
 
"Tidak disebut dari pungutan. Maka hindarilah penggunaan kata pungutan," tambahnya.
 
Senada, Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan, pemerintah harus konsisten. Jika pungutan ditarik untuk mengembangkan energi terbarukan, maka ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia, pemerintah juga tidak boleh menaikkan harga BBM. Sebab, lanjut Enny, meskipun BBM akan turun, pemerintah masih menjual BBM di atas harga keekonomiannya.
 
"Kalau pemerintah sudah mendeclair mengikuti harga pasar ya konsisten dong. Begitu harga minyak naik, pemerintah cepat menaikkan, begitu turun tidak jelas. Kalau harga minyak dunia naik tiba-tiba maka pemerintah tidak bisa menaikkan BBM seenaknya," ujar Enny.
 
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pemerintah mulai memungut Dana Ketahan Energi dari penurunan harga BBM bersubsidi. Dari harga premium dipungut biaya sebesar Rp200 sedangkan Solar dipungut biaya sebesar Rp300. Penurunan harga BBM sendiri berlaku mulai 5 Januari 2016.
 
Sudirman menjelaskan, kebijakan tersebut merupakan implementasi dari Pasal 30 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007. Bahwa pemerintah harus menerapkan premi energi fosil untuk pengembangan energi baru. Peraturan tersebut, kata dia, akan dituangkan dalam bentuk peraturan presiden (Perpres) atau peraturan menteri (Permen).
 
Dana tersebut akan dikelola Kementerian ESDM guna membangun sejumlah proyek energi terbarukan. Dana tersebut juga bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan pembangunan transportasi di wilayah timur Indonesia.
 
BBM jenis premium turun sekitar Rp150 per liter sedangkan BBM jenis solar turun Rp750 per liter. Semula harga BBM jenis premium untuk Jawa-Madura-bali (Jamali) sebesar Rp7.300 per liter menjadi Rp7.150 per liter. Sedangkan BBM jenis solar untuk Jawa-Madura-bali (Jamali) semula sebesar Rp6.700 per liter turun menjadi Rp5.950.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan