VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan besaran tersebut diberikan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh banyak pihak di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemda setempat, dan juga bantuan dari IPB.
"Ada formula-formulanya dan kesepakatan bebarapa pihak," kata Fajriyah, ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 11 September 2019.
Kompensasi diberikan bagi warga yang memiliki mata pencaharian dan terdampak akibat tumpahan minyak tersebut. Misalnya nelayan, petani garam, UMKM yang memproduksi hasil makanan laut dan sebagainya. Kompensasi juga diberikan bukan hanya pada warga terdampak namun juga pada lingkungan atau ekosistem yang tercemar.
"Kita akan lakukan rehabilitasi baik masyarakat maupun lingkungan," tutur dia.
Kendati demikian, diakui Fajriyah, formula tersebut bukan formula final. Artinya masih bisa mengalami perubahan untuk pembayaran kompensasi di tahap-tahap selanjutnya. "Kita sih harapannya enggak ada beberapa tahap karena kita harapkan September ini atau paling lama di awal Oktober sudah tertutup (kebocorannya)," tuturnya.
"Setelah tertutup sudah tidak ada lagi tumpahan minyak, mempermudah kita bersihkan. Ketika kita membersihkan paling satu bulan paling lama, kalau dalam waktu itu selesai ya kita akan hentikan perhitungan dari dampak itu," tambah dia.
Untuk tahap awal, Pertamina merogoh kantong untuk membayar kompensasi sebesar Rp18,54 miliar. Pencairan kompensasi diberikan pada 10.271 warga terdampak telah diverifikasi. Pencairan awal dimulai Rabu, 11 September 2019 di Kabupaten Karawang, Jawa Barat yakni dari Desa Sedari, Kecamatan Cibuaya dan Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya.
Secara berkelanjutan pembayaran akan dilakukan di area terdampak lainnya. Mekanisme pembayaran kompensasi tahap awal akan melibatkan Himpunan Bank Negara (Himbara) yaitu Bank Mandiri, BNI, dan BRI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News