Adapun Konsorsium REE yaitu PT Rekayasa Industri, PT Rekayasa Engineering, dan PT Enviromate Technology International. Sementara konsorsium JSW diantaranya JGC Indonesia, PT Synergy Engineering, dan PT Wijaya Karya. dua konsorsium ini akan berkompetisi untuk membuat Front End Engineering Design (FEED) terbaik yang akan diimplementasikan pada proyek Kilang Balongan.
Dual FEED Competition merupakan strategi kontrak yang menandingkan dua atau lebih praktik FEED yang nantinya kontrak Engineering Procurement, dan Construction (EPC) akan diberikan kepada pemenang FEED tersebut.
"Penandatanganan ini menjadi sejarah bagi Pertamina dan Indonesia. Baru kali ini, pertama kali dalam pembangunan kilang memakai skema ini, agar membangun kilang lebih cepat," kata Nicke dalam keterangan resmi, Rabu, 4 Desember 2019.
Dengan skema ini, kata Nicke, proyek Kilang Balongan fase I bisa selesai lebih cepat menjadi 2,5 tahun. Dirinya pun tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan skema yang sama pada proyek Kilang Balikpapan, Kilang Plaju, Kilang Dumai dan Kilang Cilacap.
Senada dengan hal tersebut, Tallulembang mengatakan implementasi DFC merupakan salah satu upaya akselerasi proyek pengembangan kilang milik Pertamina. Dia bilang untuk memastikan DFC ini merupakan skema yang terbaik, perseroan telah dilakulan roadshow ke beberapa reputable EPC Company di Eropa dan Amerika oleh Board of Directors (BOD) dan Board of Commissioners (BOC) pada Juni 2019, yang ditindaklanjuti dengan penyusunan sistem tata kerja di internal Pertamina terkait DFC.
"Hari ini kita bersama-sama menyaksikan salah satu milestone besar dalam implementasi DFC pada proyek RDMP RU VI Balongan fase I yang dimenangkan oleh dua konsorsium. Pengenalan akan konsep DFC di Pertamina ini berawal dari gagasan luar biasa yang dicetuskan oleh Tanri Abeng dan Archandra Tahar pada 2017," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News