Sesuai data Ditjen Ketenagalistrikan pada 2014, setiap tahunnya Indonesia, akan mengalami pertumbuhan sektor ketenagalistrikan sekitar 7.000 megawatt (mw), sehingga diharapkan dalam lima tahun akan dicapai sekitar 35.000 mw.
"Namun sampai pertengahan 2016, program 35 ribu mw belum optimal karena berbagai kendala seperti pembebasan lahan, koordinasi pusat dan daerah, penunjukkan IPP, dan masih banyak lagi," ungkap Praktisi Tambang dan Mineral Ryad Chalid, dalam diskusi 'Mewujudkan Nawacita Sektor ESDM: Sumbang Saran Iluni UI kepada Pemerintah Jokowi', di UI Salemba, Jakarta, Senin (29/8/2016).
Oleh karena itu, perlu dicarikan solusi untuk mengoptimalkan pencapaian program tersebut, antara lain meningkatkan efisiensi pembangkit yang ada. Dia menjelaskan, menurut data Ditjen Ketenagalistrikan, kapasitas terpasang terpasang PLTU pada 2015 adalah 55.529 mw.
Jika diasumsikan, ujarnya, efisiensi pembangkit adalah 32 persen dan dilakukan upaya untuk meningkatkan efisiensi menjadi 40 persen saja dalam jangka waktu tiga tahun. Maka kapasitas terpasang dalam tiga tahun ke depan dari pembangkit yang ada adalah 69.411 mw.
"Beberapa pihak termasuk Konsultan Mac Kinsey, misalnya, menyatakan bahwa tingkat efisiensi pembangkit Indonesia berada di kisaran 25-32 persen," jelasnya.
Menurut dia, terobosan ini perlu dilakukan dengan merevitalisasi pembangkit dengan teknologi yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan batu bara yang berakibat pada kerusakan lingkungan.
"Beberapa agenda perlu dilakukan antara lain dilakukan audit energi pada setiap pembangkit yang ada. Pemerintah segera menerbitkan ketentuan yang mewajibkan setiap pabrik untuk dilakukan audit energi agar penggunaan energinya bisa lebih efisien dan ramah lingkungan," jelasnya.
Kemudian memilih moda pembangkit yang sesuai denga kekuatan sumber daya lokal. Pemerintah tidak perlu memaksakan untuk membangun PLTU pada daerah-daerah yang tidak banyak sumber batu baranya.
"Misalnya di Papua dan daerah sekitarnya yang banyak sumber daya gas, sebaiknya dibangun PLTG. Atau di Sulawesi yang banyak sungai dengan aliran air yang kuat, sebaiknya dibangun PLTA," bebernya.
Dia menambahkan, membangun pembangkit berdasarkan karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan. Pemerintah juga tidak perlu memaksakan untuk membangun pembangkit yang besar mengingat karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan.
"Yang dibutuhkan adalah membangun pembangkit kecil-kecil seperti 20 sampai dengan 50 mw pada setiap pulau kecil dan mengamankan jaringan interkoneksi antarpulau agar tenaga listrik bisa dimanfaatkan secara bersama. Generator mesin pembangkit skala kecil ini pun tidak begitu mahal dan dapat dipindah-pindahkan sesuai kebutuhan masing-masing pulau," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News