Ilustrasi. Foto :  kementerian esdm.
Ilustrasi. Foto : kementerian esdm.

70% Konsumsi LPG Indonesia dari Impor

Suci Sedya Utami • 26 November 2019 17:38
Jakarta: Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan Indonesia masih bergantung oleh pasokan liquified petroleum gas (LPG) yang berasal dari luar negeri. Sebanyak 70 persen konsumsi LPG nasional dipasok oleh impor.
 
"Sebanyak 70 persen LPG yang dikonsumsi oleh masyarakat ini masih diimpor," kata Nicke dalam acara Pertamina Energy Forum, di Hotel Raffles, Jakarta Selatan, Selasa, 26 November 2019.
 
Nicke mengatakan untuk menekan impor tersebut, Pertamina bersama badan usaha milik negara (BUMN) lainnya yakni PT Bukit Asam (PTBA) bekerja sama untuk mengembangkan proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME). Ia meyakini proyek gasifikasi ini akan bisa mensubtitusi LPG.

Apalagi, kata Nicke, dengan pasokan serta sumber daya batu bara nasional yang melimpah serta dukungan teknologi bisa mensukseskan program tersebut. Oleh karenanya Nicke berharap bisa saling bertukar informasi dengan negara lain dalam forum kali ini.
 
"Kita juga ingin menggali lebih dalam pengalaman-pengalaman dari negara lain dan pemilik teknologi yang proven sehingga Pertamina dan PTBA mulai mengembangkan gasifikasi batu bara," tutur dia.
 
Sementara itu PTBA menyatakan kedua proyek gasifikasi batu bara saat ini telah memasuki tahap Front End Engineering and Design (FEED) desain dan rekayasa awal.
 
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan kedua proyek tersebut terletak di Tanjung Enim dan Peranap. Ia menjelaskan sebelumnya kedua perusahaan BUMN itu sepakat untuk membentuk perusahaan patungan (joint venture).
 
"Kita sudah punya rencana besar untuk gasifikasi di Peranap dan Tanjung Enim. Sudah selesai bankable, feasibility study. Segera FEED, diharapkan selesai secepatnya dan baru pembangunan," kata Arviyan di Jakarta, Senin, 28 Oktober 2019.
 
Arviyan mengatakan proyek ini sejalan dengan permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai upaya untuk mengurangi laju impor liquified petroleum gas (LPG) yang semakin membengkak. Dia berharap proyek seluruh progres bisa rampungkan di tahun depan sehingga bisa dimulai proses pembangunan. Lebih lanjut, kedua proyek gasifikasi ini ditargetkan akan mulai melakukan comercial operation date (COD) pada 2025 mendatang.
 
"Kita harapkan dua hingga empat tahun ke depan. Diharapkan 2022-2023 gasifikasi harapan kita semua bisa kita luncurkan," ujar Arviyan
 
Proyek gasifikasi pertama yang diluncurkan oleh Bukit Asam adalah pabrik coal to urea-DME-polypropelen di mulut tambang Tanjung Enim, Sumatera Selatan yang nilai pembangunannya mencapai USD3,1 miliar. Pabrik ini diperkirakan akan mengkonsumsi 8,1 juta ton batu bara per tahun.
 
Melalui teknologi gasifikasi ini, batu bara akan diubang menjadi syngas sebagai feedstock untuk pruksi urea dengan kapasitas 570 ribu per tahun dan polypropelene dengan kapasitas 450 ribu ton per tahun. Perusahaan pelat merah ini bekerja sama denganPertamina, PT Pupuk Indonesia (Persero) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA) untuk membangunnya.
 
Proyek selanjutnya merupakan proyek gasifikasi coal to syngas, yakni mengkonversi batu bara kalori rendah menjadi DME. DME ini akan digunakan sebagai substitusi LPG. Daya serap bati bara untuk proyek ini diperkirakan akan mencapai 8,7 juta ton per tahun.
 
Untuk proyek gasifikasi ini Bukit Asam sudah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Pertamina dan Air Product untuk mendirikan jpint venture company. Total investasi pembangunan proyek ini diperkirakan akan mencapai USD2,7 miliar.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan