Relaksasi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 122/PMK.03/2019 yang diundangkan pada 27 Agustus 2019. Beleid ini merupakan aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 berisi ketentuan perpajakan dan daftar insentif bagi perusahaan migas yang menggunakan skema kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) biaya investasi yang dapat dikembalikan (cost recovery).
"Fasilitas ini disambut baik oleh KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama). Insentif ini membuat semangat untuk melakukan eksplorasi jauh lebih besar," kata Jonan di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 4 September 2019.
Salah satu KKKS yang menyambut positif terbitnya PMK tersebut yakni Presiden ExxonMobile Cepu Ltd Louise McKenzie. Dia bilang banyak inisiati yang dilakukan pemerintah untuk mendorong eksplorasi selain masalah pajak misalnya seperti menggratiskan untuk membuka data migas.
"Itu membantu kami dalam menarik eksplorasi, dan semakin menunjang daya saing di global," kata Louise.
Jonan mengatakan eksplorasi dibutuhkan untuk bisa menemukan kembali cadangan baru migas. Tanpa eksplorasi, kata Jonan maka, maka cadangan tidak akan bertambah dan dampaknya Indonesia tidak bisa menambah produksi yang kini kian rendah
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto berharap, dengan diterbitkannya PMK ini, kegiatan eksplorasi migas di Indonesia semakin bergairah. Apalagi, KKKS telah memiliki komitmen pasti yang dijanjikan ketika menandatangani PSC.
“Kebijakan pemerintah mengenai perpajakan ini mendorong itu, sehingga kami harapkan eksplorasi akan lebih bergairah,” kata dia.
Mengacu data SKK Migas, hingga semester pertama 2018, terdapat 100 blok migas yang masih tahap eksplorasi dari total 210 blok migas. Kemudian sampai akhir semester pertama tahun ini, jumlah blok migas eksplorasi ini hanya berkurang tipis, yakni menjadi 90 blok eksplorasi. Di sisi lain, terdapat 20 blok migas yang berada pada tahap terminasi.
Menurut Dwi, menindaklanjuti terbitnya PMK tersebut, pihaknya akan mendorong KKKS yang blok migasnya masih tahap eksplorasi untuk semakin agresif melakukan eksplorasi. Menurutnya, dengan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah, maka KKKS tidak lagi bisa beralasan tidak melakukan eksplorasi.
“Makanya kami dorong, SKK Migas akan lebih proaktif untuk baik diskusi, menegur, dan sampai mengajukan usulan-usulan (kegiatan eksplorasi). Kalau tidak, kami harus tarik blok-blok migas eksplorasi kalau tidak ada kegiatan,” jelas dia.
Mengacu beleid tersebut, KKKS berhak memperoleh fasilitas perpajakan berupa pajak pertambahan nilai (PPN) atau PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tidak dipungut, serta pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) atas kegiatan eksplorasi dan eksploitasi.
Selain itu, ada beberapa insentif lain berupa pengecualian dari pemotongan pajak penghasilan (PPh) atas biaya operasi fasilitas bersama, dan insentif lainnya.
Pada tahap eksplorasi, fasilitas yang diberikan meliputi PPN/PPnBM yang terutang tidakdipungut atas perolehan barang dan/atau jasa kena pajak yang digunakan atau dimanfaatkan dalam rangka operasi perminyakan, dan pengurangan PBB migas terutang sebesar 100 persen yang tercantum dalam surat pemberitahuan pajak terutang.
Pada tahap eksploitasi, kontraktor dapat memperoleh fasilitas perpajakan yang serupa, namun untuk PBB migas hanya mendapat pengurangan PBB atas tubuh bumi paling tinggi sebesar 100 persen. Insentif ini hanya diberikan bagi KKKS yang tidak dapat mencapai tingkat pengembalian modal (internal rate of return/IRR) tertentu serta memiliki wilayah kerja dengan kriteria tertentu, seperti berlokasi di laut dalam atau merupakan blok migas nonkonvensional.
Berbagai fasilitas perpajakan tersebut diberikan guna meningkatkan penemuan cadangan minyak dan gas bumi. Selain itu, beleid ini diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News