Illustrasi. ANT/Umarul Faruq.
Illustrasi. ANT/Umarul Faruq.

Pelaku Industri Masih Keluhkan Mahalnya Harga Gas dan Listrik

Media Indonesia • 20 Agustus 2017 17:18
medcom.id, Jakarta: Daya saing Indonesia dalam perdagangan intra ASEAN cendrung stagnan. Hal itu disebabkan oleh masalah fundamental bagi industri dalam negeri, yakni infrastruktur dan energi yang masih menjadi masalah klasik dan belum bisa diselesaikan sampai saat ini.
 
Hal ini disampaikan Direktur Perundingan ASEAN, Kementerian Perdagangan, Donna Gultom. Menurut dia, selama ini pelaku industri dalam negeri mengeluhkan ketersediaan energi terutama gas dan listrik yang dinilai masih terlalu mahal.
 
"Ini yang dikerjakan oleh Nawacita, saya pikir butuh waktu tiga tahun lagi, baru masalah ini bisa terealisasikan dengan baik," kata Donna dikutip dari Media Indonesia, Minggu 20 Agustus 2017. 

Selain energi, infrastruktur yang mendukung kelancaran arus logistik juga masih menjadi masalah di Indonesia. Bahkan sejak Indonesia merdeka, kata dia, hingga saat ini belum ada hal signifikan yang sudah dikerjakan agar industri dalam negeri bisa bersaing.
 
Dia mencontohkan, potensi perdagangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sangatlah besar, tapi daerah tersebut tidak bisa mengekspor karena belum memiliki pelabuhan. Sehingga akhirnya mereka harus mengirim dulu barang ke Surabaya.
 
"Di sisi lain, investor swasta enggan masuk ke daerah tersebut karena infrastrukturnya memang belum tersedia. Maka jangan heran, apabila era pemerintahan saat ini, fokus belanjanya untuk pembenahan infrastruktur," bebernya.
 
Selain itu, lanjut Donna, suku bunga pinjaman bank yang masih tinggi dibanding negara-negara Asean lainnya sering dikeluhkan industri nasional. Sekadar gambaran, suku bunga kredit di berbagai bank di Indonesia berada pada level sekitar 11 persen, lebih tinggi dari sebagian besar negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura (sekitar 3 persen), Malaysia (sekitar 4 persen) dan Vietnam (6.5 persen).
 
"Tak hanya itu, SDM terampil juga masih minim. Untuk mengembangkan industri dalam negeri kan membutuhkan itu (SDM). Kemampuan kita untuk mensuplai itu juga masih terkendala, dan Pak Jokowi juga tahu itu. Makanya, fokus pada pendidikan vokasional, tapi kan kita tak bisa seperti membalikan telapak tangan," ujarnya.
 
Dengan kondisi diatas, tidak heran apabila peringkat perdagangan Indonesia berada di posisi ke-4 di Asean dan tidak beranjak. Secara perlahan, semua penghambat itu harus bisa dikikis. 
 
"Kita akan berat kalau tidak mengikis ini. Dalam era Jokowi, hal yang utama bisa diselesaikan, setelah itu kita bisa bergerak cepat," ucapnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan