Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa. (FOTO: MI/JAJANG).
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa. (FOTO: MI/JAJANG).

Kompetensi PLN Bukan Mengurusi Usaha Panas Bumi

Husen Miftahudin • 26 Agustus 2016 15:01
medcom.id, Jakarta: Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menganggap rencana PT PLN (Persero) mengakuisisi anak usaha PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), tak sesuai kompetensi. Sebab menurutnya PLN berfokus pada sektor kelistrikan, bukan pada sektor panas bumi.
 
"Jika dilihat risiko, usaha panas bumi ini risiko terbesarnya adalah pada eksplorasi dan mengelola kinerja dan kualitas reservoir. Kedua hal ini bukan kompetensi PLN, melainkan kompetensi Pertamina," ujar Fabby kepada Metrotvnews.com, Jakarta, Jumat (26/8/2016).
 
Kualitas sumber daya panas bumi yang dimiliki PGE sendiri merupakan cadangan kelas satu yang secara ekonomi lebih tinggi dibanding nilai investasinya. Jika akuisisi ini dilakukan, maka dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi pelaku usaha panas bumi lainnya.

"Dengan diakusisi PLN, belum tentu juga PGE berkembang karena mereka akan menghadapi constraint permodalan. Di sisi lain PLN bisa menjadi price setter untuk harga listrik dari panas bumi," tukasnya.
 
Dia menambahkan, akuisisi PGE oleh PLN ini juga bakal menghambat capaian pemerintah terhadap target pengembangan panas bumi pada 2020 sebesar 4.000 MW dan pada 2025 sebanyak 7.000 MW. Sebab jika PLN sebagai perusahaan induk holding, bakal menjegal pengembangan panas bumi dalam negeri.
 
"Aksi ini tidak akan berdampak positif bagi pengembangan panas bumi di Indonesia.
 PLN jelas mendapatkan keuntungan besar karena bisa memiliki aset pembangkit PGE di kemudian hari. 
 
Untuk mencapai target pengembangan panas bumi sebesar 7.000 MW pada 2025 bukanlah perkara mudah, sebab kapasitas terpasang hingga saat ini kurang dari 1.500 MW. Fabby mengungkapkan, selama ini persoalan utama panas bumi adalah risiko eksplorasi yang tidak mampu dikelola oleh pengembang.
 
Seperti diketahui, sebelumnya lelang pengembangan panas bumi langsung dilakukan untuk Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP). Sayang, tidak ada pengembang yang memiliki kemampuan dari segi teknis, teknologi, serta finansial.
 
Maka itu akhirnya pemerintah pusat menarik lelang pengembangan panas bumi tersebut dengan dikeluarkannya Undang Undang (UU) Panas Bumi dengan harapan peningkatan peran swasta di sisi lelang sumur. Sementara pengeboran dilakukan oleh Kementerian ESDM dan Badan Geologi dengan memakasi jasa konsultan internasional.
 
Setelah cadangan panas bumi ditemukan, baru kemudian dilakukan pelelangan, itu pun untuk lelang sumur bukan WKP. Ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko eksplorasi dan biaya investasi pengembangan panas bumi.
 
"Ujung-ujungnya harga listrik lebih murah. Pengembang selanjutnya tinggal mengembangkan kawasan yang jadi konsesi mereka dengan pengeboran baru," tutup dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan