Luhut membenarkan banyak Toll Fee di daerah yang tidak efisien. Besar diameter pipa tidak diperhitungkan dengan besar penggunaan gas di daerah tersebut. Bahkan, ada satu daerah yang enggan disebutkan namanya memiliki pipa gas sangat besar atau tidak berbanding dengan aliran gasnya.
"Banyak Toll Fee tidak efisien, misalnya, ada satu daerah itu dibikin pipanya berapa inci, penggunannya cuman 40 persen sehingga Toll Fee-nya jadi tinggi. Ada satu daerah Toll Fee-nya sampai USD7, kan itu aneh," tegas Luhut, di Kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (31/8/2016) malam.
Ia menilai keadaan seperti itu sangat konyol. Menurutnya hal ini merupakan permainan oknum yang ingin mencari keuntungan besar. Untuk itu, Luhut secara tegas meminta agar masalah ini bisa segera diperbaiki.
"(Panjang pipa) cuma 1,6 kilometer. Ini kan konyol-konyolan semua. Harus diperbaikin, tidak bisa tidak diperbaikin," tegas Luhut.
Lebih lanjut, Luhut mempertanyakan mengapa gas di luar negeri bisa lebih murah dibandingkan di Indonesia. Padahal sebagian dari negara tersebut itu melakukan impor gas dari Indonesia. "Gas di Singapura, Korea, Jepang, termasuk di Tiongkok rata-rata USD4 per MMBTU. Padahal gas di Tiongkok impor dari Tangguh," ucap Luhut.
Atas dasar itu, dirinya yang juga menjabat sebagai Menko Kemaritiman tengah melakukan evaluasi terkait penentuan harga gas. Dalam hal ini, pemerintah akan membuat simulasi mengenai berapa harga gas yang tepat sehingga memberi dampak positif bagi Indonesia.
"Karena dampaknya kepada industri. Sekarang lagi buat simulasi kalau gas itu kita bikin USD6, USD5, atau USD4 berapa pemerintah dirugikan atau pengurangan penerimaan negara. Tapi berapa dampaknya ini terhadap nilai tambah industri," tutup Luhut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News