Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menyatakan pihak SKK Migas tidak menolak terkait usulan produksi yang mencapai 200.000 bph tersebut. Namun, SKK Migas menyetujuinya dilevel 165.000 bph dengan alasan angka itu merupakan nilai rata-rata produksi blok yang berada di Jawa Timur.
"Gini, istilahnya bukan ditolak. Tapi usulan dilevel 200.000 itu tidak disetujui SKK Migas. SKK Migas hanya menyetujui dilevel 165.000. Hitung-hitungannya gini rata-ratanya 165.000 bph," kata Amien, di Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2016).
Sebelumnya, Direktur Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja memberi sinyal memperbolehkan kenaikan produksi. Wirat mengungkapkan produksi Blok Cepu akan mengalami peningkatan karena memang kondisi sumur sangat memungkinkan memproduksi hingga 200.000 bph. Namun sayangnya Wirat menyerahkan sepenuhnya kepada SKK Migas.
"Insya Allah karena dari sisi sumur, kata Exxon kemungkinan bisa. Jadi masih dikaji dengan SKK Migas," ungkap Wirat kemarin.
Sekadar informasi, ExxonMobil sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang mengelola Blok Cepu mengusulkan penambahan fasilitas agar produksinya bisa mencapai 200.000 barel per hari. Namun sayangnya kegiatan produksi itu belum bisa dilakukan karena ExxonMobil harus mendapat arahan dan persetujuan pemerintah untuk melakukannya.
Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil Indonesia Erwin Maryoto mengatakan, setelah melakukan produksi dibeberapa sumur-sumur minyak di Blok Cepu menunjukkan adanya cadangan mencapai 200.000 bph. Produksi tersebut bisa saja terpenuhi tahun ini asalkan diizinkan pemerintah.
"Kita masih menunggu pemerintah mau lebih diproduksi 185.000 barel per hari. Itu kalau mau, kita siap," kata Erwin.
Untuk memperoleh produksi tersebut, Erwin menjelaskan, ExxonMobil harus memperoleh izin dari SKK Migas untuk perubahan rencana kerja anggaran (Work Plan and Budgeting/WP&B) dan izin analisis dampak lingkungan (amdal). Saat ini izin amdal hanya untuk produksi maksimal Blok Cepu sebesar 185.000 bph.
"Kita perlu proses izinnya, WP&B revisi, dan izin lingkungan juga. Karena amdalnya menyebutkan 185.000 bph produksinya," pungkas Erwin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News