Satya mengatakan, karena hal itu dirinya sebagai anggota DPR akan melakukan revisi Undang-Undang Minerba dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Menurutnya, dengan melakukan revisi tersebut diharapkan antara UU dan Peraturan Pemerintah akan berjalan konsisten.
"Kita memasukkan revisi UU Minerba ini dalam Prolegnas, supaya kita bisa melakukan perbaikan yang konsisten antara UU dengan peraturan pemerintah," kata Satya di Komplek Parlementer, Senayan, Jakarta, seperti diberitakan Jumat (1/1/2016).
Dia mencontohkan, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) satu perusahaan yang mewajibkannya melakukan divestasi saham setelah lima tahun operasi. Menurut politikus Golkar ini, Peraturan Pemerintah (PP) terkait tentang proses divestasi diubah sebanyak dua sampai tiga kali. Ini menunjukkan ketidakkonsistenan antara PP dan UU.
"Proses divestasi yang mana PP-nya mengatakan telah berubah. Menurut pengamatan saya tidak konsisten dalam bunyi UU Minerba. Nah ini yang harus segera dibetulkan," ucap dia.
Lebih lanjut, kata Satya, contoh lainnya adalah ketentuan membangun smelter yang batas waktunya pada 31 Desember 2015. Tapi hingga tahun ini, proses itu tidak dijalankan dan masih tahap negosiasi.
"Yang harusnya proses negosiasi itu selesai satu tahun setelah diundang-undangkan UU Minerba itu. Nah satu tahun itu dari 2009-2010, itu harus proses negosiasi selesai, tapi kenyataannya proses negosiasi berjalan sampai hari ini," beber dia.
Atas dasar itulah, Satya memasukkan revisi UU Minerba harus masuk dalam Prolegnas 2016, agar DPR bisa melakukan perbaikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News