Berdasarkan isi dari PP tersebut yang dikutip Medcom.id ada tiga poin penting aturan perpajakan yang bakal diberlakukan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) saat menjalankan kegiatan usaha hulu migas menggunakan kontrak gross split.
Pertama, dalam pasal 6 menyebutkan bahwa biaya-biaya yang tercantum pada pasal 5 ayat satu yakni biaya operasi yang mencakup kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan kategori lainnya yang telah dikeluarkan dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Adapun biaya dalam kategori lainnya adalah biaya pemindahan migas dari titik produksi ke titik serah, biaya kegiatan usai operasi, dan biaya pemasaran.
"Biaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1 yang dikeluarkan kontraktor dapat diperhitungkan sebagai unsur pengurang penghasilan dalam rangka bagi hasil minyak dan gas bumi dalam perhitungan penghasilan kena pajak," bunyi pasal 6.
Kedua, pada pasal 18 ayat 2 menyebutkan tentang aturan tax loss carry forward atau penangguhan pajak penghasilan (PPh) selama 10 tahun.
PPh yang ditangguhkan adalah PPh masa-masa awal eksplorasi sebelum adanya produksi migas. Di mana, dalam hal penghasilan setelah pengurangan biaya operasi didapat kerugian, yang kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 10 tahun.
Lalu pasal 18 ayat 3 menyatakan, penghasilan kena pajak bagi kontraktor dihitung berdasarkan penghasilan neto dikurangi dengan kompensasi kerugian. Ketiga, pasal 25 hingga pasal 27 yang mengatur tentang insentif perpajakan. Di pasal 25 dijelaskan terdapat beberapa fasilitas fiskal yang bisa didapatkan kontraktor pada tahap eksplorasi dan eksploitasi sampai mulai produksi.
Fasilitas tersebut adalah pembebasan pungutan bea masuk atas impor barang yang digunakan selama kegiatan operasi perminyakan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau pajak pertambahan nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang tidak dipungut selama dalam rangka operasi perminyakan.
Lalu, kontraktor tidak dibebankan atas PPh Pasal 22 atas impor barang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan bea masuk sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf a, dan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 100 persen dari pajak bumi dan bangunan minyak dan gas bumi terutang yang tercantum dalam surat pemberitahuan pajak terutang.
Sementara pasal 26 ayat 1 menyatakan, dalam hal pada eksploitasi terdapat kapasitas berlebih pada fasilitas pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan kontraktor dapat memanfaatkan kelebihan kapasitas untuk digunakan kontraktor lainnya berdasarkan prinsip cost sharing atau penggunaan fasilitas bersama.
"Pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dialokasikan secara kepada seluruh kontraktor yang mendapat manfaat atas biaya operasi tersebut," terang pasal 26 ayat 2. Lalu, pembebanan alokasi biaya tidak langsung kantor pusat tidak dilakukan pemotongan PPh dan tidak dikenai PPN.
Sementara itu, Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong mengaku aturan perpajakan ini memang ditunggu-tunggu oleh pengusaha migas sejak revisi aturan skema PSC gross split terbit. PP perpajakan dibutuhkan pengusaha migas selaku investor untuk menghitung keekonomian proyek migas.
"Tanpa aturan tersebut para pelaku di industri migas yang akan memakai kontrak jenis gross split tidak tahu bagaimana perhitungan pajaknya. Dengan adanya aturan perpajakan ini maka sekarang para pelaku dapat menghitung pajaknya," jelas Meti, sapaan akrabnya kepada Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id