Pemerintah dinilai telah menunjukkan komitmen serius untuk mengambil-alih dan mengelola blok migas yang telah habis kontrak kerjanya itu.
"Saya apresiasi keputusan Pemerintah. Angka 70 persen harus dilihat positif karena yang terpenting Pertamina sebagai national oil company (NOC) memegang mayoritas," kata Ali, dalam siaran persnya, di Jakarta, Rabu (24/6/2015).
Wakil Sekretaris FPKB itu menambahkan, Pemerintah hendaknya tidak hanya mengambil-alih pengelolaan blok Mahakam saja. Tapi juga blok-blok dan wilayah pertambangan lainnya yang akan habis kontraknya dikelola oleh negara melalui BUMN.
"Tidak hanya blok Mahakam yang kita take over, blok migas dan kontrak kerja pertambangan lainnya yang akan habis kontraknya harus dikelola negara. Nanti BUMN yang ditugasi langsung dalam operasionalnya,” lanjutnya.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menambahkan kebijakan pemerintah ini sudah selayaknya disambut baik oleh Pertamina. Untuk itu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) migas tersebut harus memiliki persiapan matang dari segala aspek jika nantinya ingin menguasai 100 persen pengelolaan Blok Mahakam.
"Saya sebenarnya setuju saja nasionalisasi migas atau tambang apapun. Tapi tidak harus dipaksa, karena ini terkait hubungan multilateral," tambah Agus.
Agus menyarankan agar Pertamina mempersiapkan segala sesuatu untuk mencaplok Blok Mahakam dalam kurun waktu tiga tahun ini. Mulai dari sumber daya manusia, kilang pengolahan gas, sampai pasar penjualan gas tersebut.
Sekadar informasi, Blok Mahakam merupakan salah satu ladang gas terbesar di Indonesia. Pada akhir maka kontrak di 2017 diperkirakan masih menyisakan cadangan 2P minyak sebesar 131 juta barel dan cadangan 2P gas sebanyak 3,8 triliun kaki kubik (TCF). Dari jumlah itu diperkirakan sisa cadangan terbukti (P1) gas kurang dari 2 TCF.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News