"Masyarakat harus mengawal proses revisi UU Migas tersebut, agar UU tersebut tidak jadi alat bagi kepentingan pihak tertentu saja," ujar Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (11/4/2015).
Menurut dia, ini dengan harapan, agar terwujud UU Migas yang berpihak kepada kepentingan rakyat, masyarakat luas, dan bangsa Indonesia. Selain itu, menurut Sofyano UU Migas yang direvisi itu, harus berpihak dan mendahulukan kepentingan nasional, dan tidak lagi memberi ruang yang dominan terhadap kepentingan pihak asing.
"Sehingga setiap jengkal tanah dan air milik bangsa ini, dikuasai sepenuhnya langsung oleh negara. Karenanya, penyerahan wilayah kerja Migas di negeri ini harus diprioritaskan kepada BUMN," ungkapnya.
Sofyano menambahkan UU Migas harus tegas menyatakan secara hukum bahwa "regulasi" disektor migas sepenuhnya harus menjadi kewenangan pemerintah yang tidak bisa disubstitusikan ke badan usaha apapun.
"Tata kelola dan regulasi kegiatan hulu migas harus menjadi domain pemerintah dan sangat aneh jika pelaksanaannya harus didelegasikan kepada badan usaha yang notabenenya adalah badan yang profit oriented," paparnya.
Karenanya peran BUMN, yakni Pertamina harus dipriotaskan sebagai Badan Penyangga Kegiatan Hilir Migas sehingga BUMN ini memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menjadi tulang punggung pemerintah dalam menjamin ketersediaan dan ketahanan energi nasional.
Sementara itu, peran Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas (BPH Migas) yang sudah ditetapkan dalam UU Nomor 22/2001 harus tetap dipertahankan dan dioptimalkan untuk berperan luas dalam mengatur dan mengawasi kegiatan yang terkait migas.
"BPH Migas harus menjadi regulator atas kegiatan hilir Migas sebagaimana yang sudah di tetapkan dalam UU Migas yang berlaku, dan tidak ternyata tidak dipermasalahkan oleh Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Direktur Puskepi menambahkan, sepanjang UU Nomor 22/2001 tidak dicabut dan dibatalkan pemberlakuannya dan hanya direvisi, maka "mengkebiri" peran BPH Migas justru pelanggaran terhadap UU Migas yang ada.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News