"Kami masih tunggu perjanjian tertulisnya. Nanti akan ada proyek LNG, Petrokimia dan pabrik pupuk. Petrokimia dan pabrik pupuk belum pernah terpikirkan oleh kami sebelumnya," ungkap Luhut, dalam siaran persnya, di Jakarta, Sabtu (24/12/2016).
Luhut memaparkan, ada dua masalah yang sudah bisa diselesaikan dalam kunjungan dirinya ke Jepang untuk membahas proyek ini, yaitu kompensasi waktu dan peningkatan kapasitas produksi.
Dia mengatakan pemerintah akan memberi tambahan kontrak kepada Inpex untuk Blok Masela selama tujuh tahun, bukan 10 tahun seperti yang diminta oleh Inpex.
"Sampai sekarang itu mereka minta 10 tahun tapi kami melihat angka yang realistis tujuh tahun," ujarnya.
Sementara itu, mengenai cost recovery yang diminta Jepang, pada kunjungan itu pihak Jepang menyepakati besarnya mencapai USD1,2 miliar.
Namun, angka itu belum bisa diputuskan oleh Pemerintah Indonesia, karena untuk menentukan angka tersebut akan dilakukan audit terlebih dahulu.
"Ada subject audit. Kami juga harus adil dalam hal ini, tidak bisa langsung tentukan nominal berapa, masih ada beberapa pertimbangan," ungkapnya.
Kerja sama maritim Indonesia-Jepang
Kerja sama yang ditandatangani pada kunjungan tersebut, sebenarnya adalah kelanjutan dari pembicaraan Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri Shinzo Abe tahun lalu.
"Kerja sama ini untuk meningkatkan ekonomi kelautan dan meningkatkan kerja sama antara Indonesia-Jepang dalam industri kelautan. Jepang sudah melihat peluang-peluang untuk melakukan investasi di Pulau Natuna Besar, di Natuna Timur untuk energi, dan di Sabang untuk pelabuhan. Mereka juga akan berinvestasi di Morotai," jelasnya.
Selain itu, Menteri Luhut mengatakan bahwa pemerintah Jepang telah sepakat untuk membangun proyek kereta api semi-cepat Jakarta-Surabaya, di mana skema kerja sama pemerintah-swasta (PPP) termasuk salah satu altenatif yang dipertimbangkan.
Ia mengatakan, berdasarkan pandangan Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, skema PPP dipilih karena nilai proyek tersebut sangat besar tetapi menurut UU jalur kereta api adalah aset milik negara,
"Karena itu, kami cari kombinasi itu agar tidak memberatkan APBN. Jepang juga sepakat dengan ini dan kami harap ini tinggal finalisasi," pungkas Menko Luhut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News