"Kita lagi bicara terbuka untuk yang sekarang ini untuk Juli ke atas," kata Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil Indonesia Erwin Maryoto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 18 Maret 2019.
Erwin mengatakan negosiasi tersebut menyangkut masalah harga. Pada tahap sebelumnya permasalahan harga menjadi penyebab negosiasi yang alot sehingga tidak mencapai kesepakatan jual beli.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto sebelumnya menyampaikan ia mendapat laporan dari President ExxonMobil Indonesia Daniel L Wieczynski.
"Sedang negosiasi hari ini. Saya dihubungi presiden Exxon Cepu. Dia bilang dia ingin memberitahu mereka memiliki janji meeting dengan Pertamina untuk melanjutkan diskusi mengenai bisnis crude mereka. Dan berharap agar bisa mendapatkan hasil yang memuaskan," kata Djoko ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 16 Januari 2018.
Penjualan minyak jatah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk Pertamina ini dilaksanakan untuk menindaklanjuti implementasi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 42 Tahun 2018 mengenai Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.
Lebih jauh Djoko menambahkan awalnya Pertamina akan menyerap sektiar 27 ribu barel per hari (bph) dari ExxonMobil. Ini merupakan 13 persen jatah minyak perusahaan asal Amerika Serikat di Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, Jawa Timur.
Adapun, produksi siap jual (lifting) Banyu Urip tahun lalu mencapai 209.314 bph. Capaian itu diatas APBN 2018 sebesar 205 ribu bph.
ExxonMobil bahkan sebelumnya dikabarkan batal menjual minyak jatahnya ke Pertamina. Alasannya, kedua perusahaan tidak menemui titik temu mengenai harga.
Pertamina tidak mau membayar sesuai harga pasar internasional seperti yang biasa diperoleh Exxon. Penyebab lainnya adalah terbatasnya waktu negosiasi, sehingga kedua perusahaan belum sepakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News