Sejumlah Haul Truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Sejumlah Haul Truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Alasan KESDM Berikan IUPK Sementara ke Freeport

Annisa ayu artanti • 06 April 2017 12:48
medcom.id, Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan alasan pemerintah memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara kepada PT Freeport Indonesia (PT FI), yakni untuk memberikan landasan operasi perusahaan.
 
Staf Khusus Menteri ESDM Hadi M Djuraid mengatakan, dalam perundingan dengan Freeport, Kementerian ESDM mengacu dan berpedoman pada Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.
 
Atas dasar itu, tambahnya, posisi dan sikap Kementerian ESDM adalah menggunakan perundingan guna memastikan Freeport mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK Operasi Produksi, membangun fasilitas pengolahan, dan pemurnian (smelter), serta divestasi saham hingga 51 persen.

"Tiga poin tersebut tidak bisa ditawar dan dinegosiasi. Yang bisa dirundingkan adalah bagaimana implementasinya," kata Hadi, seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis 6 April 2017.
 

 
Sebelumnya, lanjutnya, dalam konferensi pers 10 Februari 2017, CEO Freeport McMoran Richard Adkerson dengan tegas menolak perubahan KK menjadi IUPK, menolak membayar bea keluar ekspor konsentrat, dan menolak divestasi saham 51 persen.
 
Adkerson juga memberi penegasan akan membawa ke arbitrase internasional jika dalam 120 hari tidak tercapai kesepakatan dengan Pemerintah Indonesia. "Dengan demikian, ketika mengawali perundingan pada Februari 2017, standing position kedua belah pihak sangat jelas," ujar dia.
 
Kedua belah pihak sepakat membagi perundingan dalam dua tahap, yaitu perundingan jangka pendek dan perundingan jangka panjang. Jangka waktu perundingan adalah enam bulan, terhitung sejak Februari 2017. Fokus perundingan jangka pendek adalah perubahan KK menjadi IUPK.
 
Perubahan KK menjadi IUPK menjadi prioritas karena akan menjadi dasar bagi perundingan tahap berikutnya. Di samping itu, IUPK memungkinkan operasi Freeport di Timika, Papua, kembali normal sehingga tidak timbul ekses ekonomi dan sosial berkepanjangan bagi masyarakat Timika khususnya dan Papua umumnya.
 
Setelah empat pekan berunding, Freeport Indonesia sepakat menerima IUPK. Meski demikian Freeport Indonesia meminta perpanjangan waktu perundingan dari enam bulan sejak Februari menjadi delapan bulan sejak Februari. KESDM menyepakati permintaan tersebut, sehingga waktu tersisa terhitung sejak April ini adalah enam bulan.
 

 
Enam bulan adalah waktu tersisa untuk perundingan jangka panjang, meliputi pokok bahasan stabilitas investasi yang dituntut Freeport sebagai syarat menerima IUPK, kelangsungan operasi Freeport, dan divestasi saham 51 persen.
 
Sesuai PP Nomor 1 Tahun 2017, pemegang IUPK bisa mengajukan rekomendasi ekspor konsentrat untuk enam bulan, dengan syarat menyampaikan komitmen pembangunan smelter dalam lima tahun, membayar bea keluar yang ditetapkan Menteri Keuangan, dan divestasi saham hingga 51 persen. Poin tentang divestasi akan masuk dalam pembahasan jangka panjang.
 
Progres pembangunan smelter akan diverifikasi oleh verifikator independen setelah enam bulan. Jika hasil verifikasi menunjukkan progres pembangunan smelter tidak sesuai dengan rencana yang telah disetujui K-ESDM, maka rekomendasi ekspor akan dicabut.
 
Ketentuan tersebut berlaku untuk semua pemegang IUPK, tanpa kecuali. Prosedur ini telah ditempuh pemegang KK lainnya yang telah beralih ke IUPK, yaitu PT Amman Mineral Nusa Tenggara. "Dengan demikian jelas bahwa landasan operasi Freeport Indonesia dalam enam bulan ke depan adalah IUPK," ucap dia.
 
Alhasil target perundingan jangka pendek telah tercapai, termasuk kembali normalnya operasi Freeport Indonesia di Timika sehingga ekses sosial dan ekonomi yang terjadi sejak pelarangan ekspor Freeport pada 12 Januari 2017 tidak meluas dan berkepanjangan.
 
Perundingan tahap kedua akan dimulai pekan kedua April, dengan landasan yang kokoh, yaitu IUPK. Perundingan melibatkan instansi atau lembaga terkait, di antaranya Kemenkeu, BKPM, Kemendagri, Pemrov Papua, termasuk di dalamnya Pemkab Timika dan wakil masyarakat adat di Timika.
 
Apabila setelah enam bulan ke depan tidak tercapai kesepakatan terkait poin-poin perundingan jangka panjang di atas, FI bisa kembali ke KK dengan konsekuensi.
 
Dengan demikian cukup jelas dan gamblang bahwa Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM konsisten pada komitmen mewujudkan hilirisasi mineral, serta memperkuat  kedaulatan nasional melalui kepemilikan 51 persen saham.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan