Sepanjang yang dia tahu, lanjutnya, Pertamina akan terus mempercepat perbaikan kilang dan pemerintah memberikan insentif untuk mempercepat peningkatan produksi kilang. Kondisi sekarang, Pertamina masih harus mencampur antara nafta dan RON yang lebih tinggi agar menghasilkan RON 88.
"Saya tidak tahu kalau ada kemajuan baru seperti teknologinya, kalau misalnya ada kemajuan itu bagus, suatu saat nanti RON 88 tidak ada lagi," lanjut Sofyan. Peniadaan RON 88 sendiri akan berdampak positif bagi lingkungan dan mesin, meski harga sedikit lebih mahal.
Jika memang hanya akan menjual RON 92 yang sebagaian besar harus diimpor, dia pun kembali menegaskan pertamax tidak akan disubsidi. "Harga pertamax masih akan sesuai dengan harga keekonomian. Pemerintah masih akan campur tangan untuk menjaga mekanisme persaingan harga agar tidak ada pihak yang menetapkan secara berlebihan," tuturnya.
Mekanisme penentuan harga oleh Pertamina sendiri masih mengikuti harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah. "Jadi kalau minyak turun, rupiah tetap, harga akan turun. Kalau minyak turun, rupiah melemah, akan terkompensasi, kita hitung lagi harga per tanggal 25 bulan lalu, sampai tanggal 24 bulan ini," cetus Sofyan.
Kondisi rupiah yang melemah sekarang dipandangnya hanya sesaat. Pemerintah masih yakin hal tersebut tidak memengaruhi kebijakan untuk memberi subsidi yang lebih produktif dan lebih banyak menciptakan manfaat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News