Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM, dari 441,7 GW, sebesar dua persen atau 8,8 GW merupakan kapasitas terpasang pembangkit listrik EBT yang beroperasi hingga 2017.
Dalam berbagai kesempatan, pemerintah menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur listrik termasuk yang bersumber dari EBT merupakan prioritas dalam rangka penyediaan listrik bagi rakyat secara merata dengan harga yang terjangkau.
Investasi yang masuk juga diharapkan diikuti dengan harga jual yang ekonomis, sehingga menghasilkan tarif listrik yang terjangkau bagi masyarakat. Bersamaan dengan hal tersebut, target bauran EBT juga harus dicapai.
"Selama tarifnya cocok kita jalan. Intinya pemerintah sangat mendorong supaya kita bisa mencapai target bauran energi 23 persen pada tahun 2025, termasuk di kelistrikan dan di transportasi", kata Menteri ESDM Ignasius Jonan, seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Kamis 5 Oktober 2017.
Dalam mencapai target EBT sebesar 23 persen pada 2025 tersebut, pemerintah menyusun berbagai strategi. Di bidang panas bumi, misalnya, telah ditetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 tentang Tata Cara Penugasan Survei Pendahuluan (PSP) dan Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE).
Melalui mekanisme Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) ini, pemerintah dapat menugaskan badan usaha untuk melakukan kegiatan survei geologi, geokimia, geofisika, dan/atau evaluasi terpadu hingga pengeboran sumur eksplorasi untuk memperoleh informasi perkiraan cadangan panas bumi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News