Pengamat ekonomi energi dari UGM Fahmy Radhi (tengah). (FOTO: MI/Arya Manggala)
Pengamat ekonomi energi dari UGM Fahmy Radhi (tengah). (FOTO: MI/Arya Manggala)

Pungutan Batu Bara tidak Cukup

30 Juli 2018 08:16
Jakarta: Pemerintah perlu meninjau ulang rencana pencabutan domestic market obligation (DMO) harga batu bara.
 
Peningkatan devisa hasil ekspor batu bara dari pembatalan ketentuan itu tidak signifikan terhadap devisa dan dapat membebani keuangan PLN.
 
Pengamat ekonomi energi dari UGM Fahmy Radhi mengemukakan jumlah dana yang diperoleh dari pungutan itu tidak mampu menutupi kebutuhan PLN.

"Berdasarkan perhitungan, tambahan subsidi dari iuran itu tidak akan mencukupi untuk menutup beban biaya PLN akibat pembatalan DMO harga," kata Fahmy dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 29 Juli 2018.
 
Tambahan beban biaya PLN diperkirakan sebesar USD3,68 miliar, sedangkan iuran dari pengusaha ialah USD3 per metrik ton. Jadi, jumlah USD1,28 miliar akan terkumpul. Dari jumlah iuran itu, masih ada selisih yang menjadi beban PLN, yaitu USD2,4 miliar.
 
Selain itu, penggunaan iuran untuk subsidi akan menimbulkan time lag antara pemberlakukan pembatalan DMO dan proses pengumpulan iuran dana sehingga harus menunggu pembentukan lembaga pengumpul di Kementerian Keuangan.
 
Fahmy mengatakan, hal itu akan memperpanjang beban biaya yang harus ditanggung PLN di tengah kenaikan harga energi primer yang digunakan pembangkit listrik, menjalankan public service obligation (PSO) untuk tidak menaikkan tarif listrik hingga 2019, penugasan 100 persen elektrifikasi, serta proyek 35 ribu mw.
 
"PLN sudah menderita kerugian pada semester I-2018 sebesar Rp6,49 triliun, bandingkan periode yang sama pada 2017, PLN masih mencatat laba bersih Rp510,17 miliar. Pembatalan DMO harga itu akan semakin memperbesar kerugian PLN yang berkepanjangan," tandasnya.
 
Siap Berembuk
 
Rencana pencabutan DMO harga batu bara dilontarkan Menko Bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan.
 
Pemerintah melirik potensi devisa yang diperoleh dari hasil ekspor batu bara. Hal itu penting guna mengurangi current account deficit yang telah diderita Indonesia selama bertahun-tahun.
 
Diperkirakan, ada pengurangan current account deficit sebesar USD5 miliar apabila kebijakan itu dilaksanakan. Current account deficit ditengarai sebagai salah satu faktor yang membuat nilai tukar rupiah tertekan sehingga perlu diperbaiki.
 
Di sisi lain, para pengusaha batu bara menyambut baik rencana itu. Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia (APBI) mengaku siap berembuk guna mencari besaran nilai pungutan yang dapat diterima seluruh pihak. Saat ini pihaknya menilai angka USD2 per ton cukup masuk akal.
 
"Kita terus terang belum hitung, tapi menyambut baik rencana pemerintah. Angka yang disampaikan Pak Luhut (USD2 per ton) tentu cukup reasonable, tapi nanti kita akan duduk bersama, pemerintah, PLN dan pelaku usaha karena kan angka tersebut juga harus didasarkan pada kebutuhan PLN ," kata Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia, kepada Media Indonesia.
 
Pihaknya menghitung apabila pungutan USD2 hingga USD3 per ton dilakukan, dari produksi batu bara sekitar 480 juta ton, totalnya mendapai sekitar USD1 miliar. (Media Indonesia)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan