Apalagi Presiden Joko Widodo telah memberikan target pada Pertamina untuk bisa merampungkan proyek pengembangan dalam waktu tiga tahun. Jokowi ingin di 2023 kilang tersebut telah rampung dan dapat meningkatkan produksi.
"Harus dipacu supaya cepat," kata Arifin ditemui di Gedung BPH Migas, Jakarta Selatan, Senin, 23 Deember 2019.
Untuk mewujudkan target Jokowi, Arifin mengatakan pihaknya siap membantu apabila Pertamina menemui kendala, terutama jika terbentur oleh aturan-aturan birokrasi. "Hambatan-hambatan aturan dan sebagainya itu harusnya ESDM perlancar," jelas Arifin.
Sebelumnya, dalam kunjungan ke kilang TPPI Sabtu lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Direktur Utama PT Pertamina (persero) Nicke Widyawati, dan Komisaris Utama PT Pertamina (persero) Basuki Tjahaja Purnama untuk segera menyelesaikan pembangunan kilang. Presiden mengatakan dia telah cukup lama menunggu penyelesaian kilang tersebut.
"Saya sampaikan kepada Menteri BUMN, Dirut Pertamina, dan Komut Pertamina agar tidak lebih dari tiga tahun, harus rampung semuanya. Mintanya tadi empat tahun, tiga tahun harus rampung semuanya. Entah itu dengan kerja sama, entah itu dengan kekuatan sendiri. Saya kira ada pilihan-pilihan yang bisa diputuskan segera. Namun, saya minta nanti pada Januari sudah ada kejelasan mengenai ini karena saya tunggu sudah lima tahun," kata Jokowi.
Kilang TPPI sudah dibangun sejak lebih dari dua dekade, tetapi tersendat karena beberapa masalah. Setelah diakuisisi PT Pertamina, TPPI akan dibangun menjadi pabrik petrokimia terpadu. Apabila telah berproduksi secara penuh, kata Presiden, TPPI memiliki potensi yang bisa menghemat devisa hingga USD4,9 miliar atau sekitar Rp56 triliun.
"Ini kalau bisa nanti produksinya sudah maksimal bisa menghemat devisa USD4,9 miliar. Gede sekali. Kurang lebih Rp56 triliun. Ini merupakan substitusi karena setiap tahun kita impor, impor, impor. Padahal, kita bisa buat sendiri, tapi tidak kita lakukan," imbuhnya.
Solusi Defisit
Seperti diketahui, dalam berbagai kesempatan seperti rapat terbatas, rapat paripurna, hingga rapat dengan kepala daerah, Jokowi berulang kali menyampaikan pentingnya substitusi produk-produk impor, salah satunya petrokimia. Presiden berharap, setelah berproduksi maksimal, industri petrokimia dapat membantu menyelesaikan masalah defisit transaksi berjalan yang dialami Indonesia.
"Kita harapkan, kalau ini benar-benar bisa berproduksi maksimal, yang namanya current account deficit, neraca kita akan menjadi jauh lebih baik. Ini salah satu kuncinya ada di sini," kata Presiden.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati dalam siaran persnya menyatakan peluang pasar bisnis petrokimia di Indonesia sekitar Rp40 triliun-Rp50 triliun per tahun. Selain itu, bisnis petrokimia mempunyai margin lebih tinggi ketimbang BBM.
"Pembangunan kompleks industri Petrokimia akan lebih menjamin keberlanjutan bisnis perseroan karena sesuai dengan tren bisnis masa depan," ujar Nicke. Selain itu, pembangunan industri petrokimia, juga akan lebih efisien karena diintegrasikan dengan kilang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News