"Kita harus tolak kalau dijalankan secara mendadak, yang katanya antara 3-5 bulan. Karena saya melihat rekomendasi tersebut belum mempertimbangkan seluruh aspek," tukas Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara, di Jakarta, Rabu (24/12/2014).
Menurut dia, rekomendasi TRTKM baru sebatas hasil kajian atas aspek finansial karena adanya dugaan penyelewengan atau mafia. Sementara aspek strategis nasional lainnya, diantaranya ketahanan energi, kebutuhan NOC, ekonomi terkait pengilangan di dalam negeri, deviden yang dibayarkan Pertamina, dan sebagainya belum dikaji.
"Saya tidak melihat itu sudah dikaji secara komprehensif untuk dijadikan pertimbangan dalam membuat rekomendasi. Jadi intinya, untuk membuat rekomendasi itu dibutuhkan semua aspek. Rekomendasi ini baru 1/3 atau 1/5 aspek yang baru diambil, sehingga seperti itulah rekomendasi yang dihasilkan," tuturnya.
Atas dasar itu, Marwan berpandangan pemerintah tidak harus menerima dan menelan mentah-mentah rekomendasi TRTKM tersebut untuk dijadikan kebijakan. Terlebih, rekomendasi tersebut disinyalir berbau kepentingan asing, yakni pihak asing agar bisa menjual BBM secara ritel di Indonesia.
"Indonesia adalah pasar besar. Asing itu dari dulu terus berupaya, tapi terhambat dengan adanya BBM premium bersubsidi. Kalau langsung rekomendasi begitu saja dituruti, banyak sekali kerugian yang akan kita alami. Secara nasional, ketahanan energi akan turun, dominasi BUMN akan turun, deviden dari Pertamina akan turun, lalu ketahanan energi kita akan tergantung asing," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News