"Dari pertama kali (18 Juli 2019) sampai hari ini, upaya penanganan terus kita tingkatkan. Di offshore terjadinya spill kita lakukan sampai tujuh lapis agar tidak sampai ke darat," ujar Nicke di Kantor KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Agustus 2019.
Begitu juga di tengah laut, lanjut dia, Pertamina telah memobilisasi 27 kapal untuk mencegah pelebaran cemaran minyak. "Begitu juga dengan di darat, ada 800 orang yang hari ini membantu," imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku sudah meninjau lokasi tersebut dengan Helikopter. Dia mengatakan, meski penanganan yang dilakukan sudah tepat, masih ada beberapa kendala yang mesti dihadapi.
Dia pun meminta Pertamina untuk menyiapkan static oil boom yang lebih banyak agar sebaran minyak bisa ditahan dan tidak meluas. "Kalau bisa lebih cepat mungkin minyak tidak akan sampai pinggir," kata dia.
Susi berjanji upaya pemulihan dampak lingkungan akan berkesinambungan. Hingga enam bulan ke depan, pihaknya akan terus melakukan pemantauan.
Adapun upaya menjaga lingkungan laut tidaklah mudah. Di lokasi kejadian, kata Susi, Pertamina memiliki 200 sumur yang harus dijaga agar kejadian serupa tidak terulang.
"Saya bilang ini kecelakaan, tidak pernah kita menginginkan (ada tumpahan minyak). Tapi akan terus kita tagih ke Pertamina untuk lakukan pemulihan," kata dia.
Pada 18 Juli 2019 sekitar pukul 06.30 WIB terjadi kebocoran dan gelembung gas di sekitar anjungan lepas pantai YYA, Blok Minyak dan Gas Offshore North West Java (ONWJ) PT Pertamina. Kebocoran itu terjadi sekitar dua kilometer dari Pantai Utara Jawa, Karawang, pada titik koordinat 06° 05' 864" LS 107° 37' 463" BT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News