Menurut dia, Petral menjadi skala prioritas dan sangat krusial yang mesti ditangani lebih dulu oleh Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Demikian disampaikan Fahmi, dalam diskusi bertajuk Reformasi Migas Bukan Basa-basi, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (6/12/2014).
"Kita hubungkan dengan pembangunan kilang. Selama ini 20 tahun kilang enggak segera ditambah itu kenapa? Itu untuk mendorong adanya impor. Kalau sudah impor yang diuntungkan siapa? Petral kan. Berarti mafia-mafianya bersarang di sana, maka kita langsung ke Petral," jelas Fahmi.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Salamuddin Daeng menilai pembentukan tim ini terkesan terburu-buru dan tidak terstruktur secara sistematis. Pasalnya, baru saja dibentuk, tim ini langsung menyoroti sektor migas di hilir, bukan melalui hulu terlebih dahulu.
"Tim ini kesannya lebih grasak-grusuk. Belum apa-apa sudah menabrak Pertamina dan Petral. Model nabraknya, kesannya enggak membawa agenda tertentu. Enggak melakukan pendekatan tertentu. Mereka belum-belum, langsung menyalahkan subsidi," kata Salammudin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News