"Saya belum melihat suratnya," kata Ani, sapaan akrabnya, ditemui di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta Pusat, Rabu 6 Desember 2017.
Lagi pula, untuk memutuskan solusi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan pihaknya akan terlebih dahulu melihat surat permintaan dari Pertamina serta mencocokkan fakta atau alasan perlunya penyesuaian.
"Kami akan lihat kalau itu adalah permintaan Pertamina, (kalau) suratnya sudah sampai di saya, fakta-faktanya mendukung ya nanti saya akan terima kalau sudah menerima surat Pertamina," jelas dia.
Sebelumnya, Pertamina menyampaikan kepada Komisi VII DPR-RI bahwa dengan menjalankan program BBM satu harga yang tesebar di 150 titik di seluruh Indonesia akan membebankan Pertamina sampai Rp3 triliun setiap tahunnya. Banyak ongkos yang dibebankan oleh perseroan seperti ongkos operasional, produksi, serta ongkos distribusi program BBM satu harga tersebut.
Di tahun pertama penerapan BBM satu harga, Pertamina mencatat dari 54 penyalur sudah merogoh Rp280 miliar. Angka ini akan terus bertambah dengan penambahan jumlah titik wilayah BBM satu harga yang dicanangkan pemerintah.
Tahun depan contohnya, ketika ada 104 titik penyalur diperkirakan Pertamina mengeluarkan uang operasional Rp1,3 triliun setiap tahun. Kemudian pada 2019 secara bertahap beban akan bertambah. Pada 150 titik diperkirakan beban yang ditanggung Pertamina mencapai Rp3 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id