Menurut pengamat energi Deendarlianto, pembentukan holding harus melihat keunikan sektor. Sektor-sektor strategis, justru punya risiko besar dalam penciptaan holding.
"Perlu perencanaan penciptaan economies of scale, economies of scope, dan specialized investment dari holding BUMN yang terbentuk. Dan, tidak hanya mengedepankan firm size dan capital structure," jelas Deen dalam keterangannya, Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018.
Pemerintah, lanjut Deen, juga tidak boleh gegabah dalam melakukan holding dan belajar dari kegagalan holding yang dibentuk sebelumnya. Misalkan pada holding perkebunan yang terus mengalami kerugian atau holding semen yang hingga kini masih mengalami penurunan laba.
Di sisi lain, pembentukan holding BUMN dengan mekanisme inbreng saham bakal mengubah pencatatan dari 'kekayaan negara' yang dicatat negara dan diawasi pengelolaannya oleh DPR menjadi 'saham sebagai kekayaan badan usaha holding'.
"Sebagai contoh, di sektor migas, pemegang saham minoritas PGN yang sudah go-public mungkin keberatan atas adanya pengalihan saham PGN dari negara kepada Pertamina, maka berdasarkan ketentuan Pasal 62 UU Perseroan Terbatas, setiap pemegang saham tersebut berhak meminta kepada Perseroan (PGN) agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News