Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi mengatakan, jika keputusan pemerintah atas pengembangan blok tersebut dilakukan melalui mekanisme onshore, maka akan terjadi keterlambatan onstream pada 2027.
Keterlambatan tersebut karena adanya pengulangan beberapa tahapan yang sebelumnya sudah dilakukan seperti membuat Plan of Development (PoD) baru yang diperkirakan selesai pada 2020. Kemudian Front-End Engineering Design (FEED) sekaligus Final Investment Decisions (FID) diperkirakan selesai pada 2022, serta konstruksi pun mengalami keterlambatan. Sehingga onstream baru akan terjadi pada 2027.
Amien menjelaskan, onstream akan terjadi lebih cepat jika menggunakan PoD yang sudah eksis. Dalam dunia bisnis migas, waktu merupakan uang sehingga dibutuhkan kepastian waktu untuk investor berinvestasi.
"Artinya, keputusan yang tidak konsisten itu akan jadi tertinggal. Di bisnis oil and gas, time is money. Semakin tertinggal, makin tidak ekonomis, biayanya semakin mahal. Itu yang perlu diperhatikan," kata Amien, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR-RI, di Komplek Parlementer, Senayan, Jakarta, Selasa, 23 Februari.
Dia menuturkan, bila pemerintah memutuskan pengelolaan fasilitas pengembangan blok yang berada di lepas pantai laut Arafura, Maluku ini dilakukan dengan skema onshore, maka Inpex akan melepas investasinya.
"Jadi so far Inpex menyatakan kalau onshore tidak investible. Jadi tidak layak untuk investasi," jelas Amien.
Sebelumnya, Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli menyatakan bahwasannya pemerintah akan mengembangkan blok Abadi Masela menggunakan skenario pembangunan kilang LNG di darat atau onshore.
“Keputusan itu diambil setelah dilakukan pembahasan secara menyeluruh dan hati-hati, dengan memperhatikan masukan dari banyak pihak. Pertimbangannya, pemerintah sangat memperhatikan multiplier effects serta percepatan pembangunan ekonomi Maluku khususnya, dan Indonesia Timur pada umumnya,” kata Rizal Ramli dalam keterangan tertulisnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News