Kenaikan tersebut merupakan dampak dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, borosnya transportasi akibat meningkatnya kendaraan pribadi dengan energi fosil yang di subsidi. Di sisi lain, kemampuan produksi minyak nasional menurun sebagai dampak dari diandalkannya sumur-sumur tua dan tidak didukung oleh kegiatan eksplorasi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Arifin Panigoro dalam orasi ilmiah yang bertajuk: 'Krisis Energi & Kepemimpinan Nasional: Harapan dan Terobosan untuk Pemerintahan Baru', yang disampaikan pada acara pelepasan Wisudawan Universitas Paramadina, Jakarta, Sabtu (11/10/2014).
"Cadangan minyak kita akan habis dalam 11 tahun mendatang jika tidak ada temuan baru. Indonesia harus bereaksi secepatnya untuk keluar dari krisis energi," ungkap Arifin.
Arifin mengungkapkan kekhawatirannya bahwa Indonesia dapat menjadi importir BBM terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan Meksiko pada 2018, berdasarkan perkiraan Woodmac Research.
Konsumsi BBM nasional secara agregat menunjukan adanya kenaikan 7-10 persen setahun, dengan kemampuan produksi nasional yang menurun 10-12 persen pertahunnya. Per 2013 Indonesia telah mengeluarkan USD42,154 miliar untuk impor minyak dan BBM atau setara dengan USD150 juta per harinya, dengan dana sebesar itu seharusnya dapat dialihkan ke sektor lain baik pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
"Kondisi ini tidak bisa dikelola dengan pendekatan business as usual. harus ada terobosan kebijakan dalam waktu dekat, apalagi untuk eksplorasi minyak perlu setidaknya 10 tahun sementara sebelas tahun lagi cadangan minyak kita habis," ujar Arifin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News