Menurutnya, keterangan resmi yang dikeluarkan kedua belah pihak pada kemarin sore tidak tepat. Seharusnya, penyelesaian masalah tersebut menjadi pembicaraan internal korporasi.
"Itu urusan korporasi. Memang saya lagi koordinasi beberapa hari ini, ada surat-surat. Ini public relation Pertamina sama PLN geblek. Ngapain pakai mengeluarkan rilis, ini kan lagi koordinasi internal," tegas Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata, Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah, saat ditemui di Kantor Pusat PLN, Jalan Trunojoyo I, Blok M, Jakarta, Kamis (7/1/2016).
Oleh karena itu, lanjut Edwin, dia memberikan solusi bagi kedua perusahaan yakni harus menghitung ulang harga uap sehingga tercapai kesepakatan di antara kedua belah pihak.
"Ini lagi mau bertemu. Kayak kemarin masalah PGN sama PLN harga gas itu sudah beres yang di Lampung. Itu kan tidak perlu dijadikan isu. Ini kan masalah hitung-hitungan saja," pungkas dia.
Sebelumnya, dalam rilis Pertamina menyatakan PGE berpotensi menghentikan pasokan uap untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang 1, 2, 3 milik PT PLN (Persero).
Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengatakan potensi penghentian pasokan uap tersebut lantaran pembangkit 140 megawatt (mw) yang dikelola PT Indonesia Power tidak mencapai kesepakatan harga panas bumi.
"Namun, tidak ada kesepakatan yang dicapai kendati Pertamina telah memberikan penawaran paling lunak dengan perpanjangan interim agreement," ucap Wianda dalam rilis tersebut.
Tidak lama setelah Pertamina mengeluarkan rilis, PLN pun mengirimkan rilis bantahan yang menyatakan, tarif yang ditawarkan oleh Pertamina terkait dengan harga uap yang dinilai terlalu tinggi.
Manajer Senior PLN, Agung Murdifi mengatakan, sebelumnya PLN dan Pertamina telah melakukan kerjasama pemanfaatan panas bumi di Kamojang 1,2,3 lebih dari tiga puluh tahun. Namun menginjak 2015, Pertamina selaku penyedia uap, memberikan penawaran harga uap yang tinggi untuk jangka waktu lima tahun saja.
"Kalau harga uap yang ditawarkan wajar, kami mungkin akan beli, karena selama ini kami sudah kerjasama selama 32 tahun dengan Pertamina, namun yang membuat kami bingung, kenapa tiba-tiba Pertamina menawarkan harga mahal hanya untuk jangka waktu lima tahun saja," ujar Agung, dalam keterangan tertulisnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News