Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Penurunan Harga Gas Belum akan Berdampak Langsung ke Industri

Ade Hapsari Lestarini • 24 Februari 2020 19:42
Jakarta: Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menilai penurunan harga gas industri yang rencananya akan mulai berlaku efektif per 1 April belum akan membawa dampak signifikan terhadap pertumbuhan industri dalam waktu dekat.
 
"Tidak bisa semudah itu industri langsung tumbuh (grow up) ketika harga gas industri diturunkan, karena terkait juga kondisi ekonomi nasional dan global," kata Wakil Komisi Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia Achmad Widjaja, di Jakarta, Senin, 24 Februari 2020.
 
Dia menambahkan, harga gas industri sebelumnya sudah lama cukup tinggi, dan ini menyebabkan pertumbuhan industri mengalami pelambatan.

"Mungkin industri bisa terlihat pertumbuhannya akhir tahun nanti, jika benar jadi diturunkan pada April nanti. Tapi jika batal diturunkan, industri akan terus mengalami pelambatan," jelas dia.
 
Menurut mantan ketua umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) ini, ketika kondisi ekonomi stabil, industri sebenarnya bisa tumbuh di level tujuh persen dari semula lima persen.
 
"Namun dengan kondisi ekonomi saat ini, bisa bertahan di angka lima persen sudah bagus," ujar dia.
 
Dia menuturkan ada lima industri yang akan terdampak jika harga gas industri turun, yakni petrokimia, pupuk, keramik, kaca lembaran, dan baja.
 
Senada, mantan wakil ketua Komisi VI DPR Inas N Zubir berpendapat, penurunan harga gas industri merupakan bentuk insentif yang diberikan pemerintah, sehingga industri dalam negeri dapat tumbuh dan bersaing di kawasan maupun global untuk mendorong perekonomian nasional.
 
Menurutnya, upaya menurunkan harga gas industri sebagaimana amanat Perpres Nomor 40/2016 dilakukan melalui pengurangan atau penghilangan bagian negara dari hulu sebesar kurang lebih USD2,2/MMBTU.
 
"Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam pengantar rapat terbatas pada 6 Januari 2020 dengan dua opsi tambahan yaitu penerapan DMO dan pelaksanaan impor gas," jelas dia.
 
Inas bercerita, kalau dilihat mundur kebelakang atau tepatnya pada 2005, pemerintah pernah mencabut subsidi BBM untuk industri karena kemampuan APBN yang tidak lagi dapat menopang beban subsidi BBM.
 
"Tapi jika pengurangan penerimaan negara dari hulu dilaksanakan dalam rangka memberikan insentif untuk industri, maka hal ini adalah bentuk lain dari subsidi untuk bahan bakar industri karena pada akhirnya berdampak kepada target penerimaan APBN dan keuangan negara," ungkap dia.
 
Inas menyarankan pemerintah perlu melakukan evaluasi apakah memang keputusan yang akan diambil ini menuju ke jalan yang benar atau malah sebaliknya menggerus keuangan negara, karena nilai tambah yang seharusnya diberikan industri tidak tercapai.
 
Sesuai data per Januari 2020, harga BBM industri jenis HSD adalah Rp13.365 per liter atau setara USD27,20 per MMBTU dan jenis MFO adalah sebesar Rp11.220 per liter atau setara USD21,19 per MMBTU. Sementara harga gas bumi industri berkisar di USD8,87 per MMBTU.
 
"Melihat profil tersebut, maka sejatinya harga gas bumi adalah 32 persen dari harga HSD dan 42 persen dari harga MFO dan jauh lebih kompetitif dibandingkan bahan bakar minyak," ujar Inas.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan