Pasalnya, selama ini dengan marjin Rp210 per liter, pengusaha SPBU sangat mengandalkan BBM jenis premium sebagai sumber pendapatan utama. Sementara pengeluaran dan pajak naik usai pencabutan subsisi BBM sebesar Rp2.000 untuk premium beberapa waktu lalu.
"Marjin kita tidak naik, sementara pengeluaran, utang naik, pajak juga naik, jadi saat ini terus terang saja pengusaha SPBU sedang sabar," ujar Ismeth, dalam diskusi bertajuk 'Selamat Tinggal Premium', di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/12/2014).
Ditambah lagi, dihapuskannya premium dengan pertamax akan membuat selisih harga penjualan dengan harga BBM subsidi semakin tipis. Alhasil, pendapatan pengusaha akan berkurang.
Ismeth mengaku, pengusaha SPBU nantinya tidak akan mampu bersaing dengan SPBU asing. Sebab, harga jual mereka akan setara dengan harga pesaing.
"Apa akibatnya RON 88 dicabut? Artinya produk yang kita jual sama dengan kompetitor, akhirnya kita head to head dengan kompetitor. Dan apabila selisih harga subsidi makin sedikit, kompetitor akan menjamur. Momen ini yang sebenarnya ditunggu oleh kompetitor," ucap Ismeth khawatir.
Seperti diketahui, pemerintah berencana akan mengganti bahan bakar minyak (BBM) RON 88 (premium) dengan meng-upgrade menjadi BBM RON 92 (pertamax) di pasaran Indonesia setelah mendapat rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News