Rizal mengatakan, bila terdogma dengan istilah ganti rugi, nantinya rakyat akan merasa selalu dirugikan. Ia pun mengatakan sebelumnya pernah menyempatkan berdiskusi dengan Presiden Joko Widodo terkait permasalahan ini. Saat itu, dia mengusulkan untuk mengubah konsep ganti rugi tersebut.
"Soal tanah, yang selalu ribet, dan Pak Jokowi pernah diskusikan beberapa bulan lalu. Jangan pakai istilah ganti rugi lagi. Nanti rakyat merugi melulu. Ganti konsepnya menjadi ganti untung," kata Rizal, di usai Serah Terima Jabatan, di Kantor Menko Kemaritiman, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (13/8/2015).
Dia menjelaskan, satu proyek seperti pembangunan pembangkit listrik 35 ribu mw pasti membutuhkan membutuhkan area yang cukup luas. Dari sini, sudah terlihat harga tanah akan mengalami kenaikan. Maka dari itu, seharusnya rakyat mendapatkan sesuatu yang menguntungkan dari proyek tersebut, bukan malah sesuatu yang merugikan.
"Pantas di suatu proyek yang besar di daerahnya harga tanah bakal naik. Nilai infrastrukturnya naik. Masa rakyat tidak dapat apa-apa," ujar dia.
Lebih lanjut, dia juga mengusulkan konsep ganti yang dicetuskannya itu dengan memberikan insentif kepada masyarakat yang tanahnya akan dipakai untuk pembangunan proyek, layaknya yang terjadi di India. Di Negeri Bollywood itu, masyarakat malah diberi ganti untung berupa saham. Bila saham itu dipertahankan sampai 20 hingga 30 tahun, nantinya masyarakat akan mendapatkan pendapatan tambahan.
"Di India kasih insentif, uang ganti rugi sejenis saham kecil-kecilan. Jadi 20-30 tahun dia punya pendapatan ekstra. Jadi kita ganti konsepnya jadi ganti untung. Toh biaya pembebasan lahan ini kurang dari 17 persen. Tambahkan sedikitlah biar mereka senang, kenapa enggak sih. Paling naik 20 persen sehingga proses itu lebih cepat," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News