Hal itu disampaikan oleh Anggota Komisi VII DPR-RI Fraksi Golkar Satya W. Yudha lantaran PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Dumai, Riau telah mencemari tanahnya. Tanah yang sudah terkontaminasi minyak tersebut kemudian dijual kepada pabrik semen. Namun, dari kegiatan tersebut, justru Chevron tetap diberikan cost recovery.
"Baru saja kita mengevaluasi mengenai tanah yang terkontaminasi minyak itu rupanya biayanya luar biasa sampai Rp12 triliun satu tahun. Karena dia harus mengambil tanah itu, kemudian menjualnya atau memindahkan ke tempat lain di jual ke perusahaan semen," tegas Satya dalam rapat kerja dengan Kementerian ESDM, di Komplek Parlementer, Senayan, Jakarta, Kamis (22/9/2016).
Satya menjelaskan, tanah yang dijual Chevron itu dijadikan perusahaan semen untuk djadikan bahan pengganti batu bara dan campuran olahan semen. Hal itu seharusnya tidak masuk dalam anggaran cost recovery.
Kemudian, lanjut Satya, terkait upaya menggenjot produksi minyak melalui surfaktan yang nyatanya pihak Chevron masih menggunakan teknologi trial. Padahal dalam kontrak PSC segala yang diterapkan dalam mencari migas di Indonesia harus dengan human resources dan teknologi yang benar terbukti.
"Pada waktu mereka mengenalkan surfaktan dalam konteks trial itu harusnya tidak boleh di recover cost-nya. Sampai nanti dia masuk menjadi satu peningkataan dalam produksi," ujar Satya.
Namun, keduanya justru diberikan cost recovery oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebagai anggota DPR-RI dirinya meminta pemerintah cerdik dalam memberikan cost recovery. "Ini yang saya katakan pada SKK Migas untuk hati-hati, cerdik saja. Sebetulnya ini bisa kita klusterkan untuk tidak dibayar," tutup Satya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id