"Kalau investor lain melihatnya, wah kalau saya investasi di Indonesia nanti tiba-tiba dalam jangka panjang, mungkin kontrak saya enggak dihargai lagi, kan jadi dirugikan swasta," tutur Heri dalam keterangan resminyanya, di Jakarta, Rabu, 24 Juli 2019.
Menurut Heri, kejadian itu tidak menghargai kontrak awal yang saat ini terjadi antara KBN dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dalam kepemilikan saham di anak usahanya PT Karya Citra Nusantara (KCN), tidak boleh terulang lagi di dunia bisnis Indonesia.
"Enggak boleh lagi kejadian seperti ini ke depan. Oleh sebab itu harus ada solusi yang seharusnya enggak dibawa ke ranah hukum," tuturnya.
Agar tidak berdampak buruk terhadap iklim investasi di Indonesia, Heri pun berharap Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan ikut serta menyelesaikan sengketa Pelabuhan Marunda.
"Harus ada jalan terbaiknya, intinya apapun keputusannya menjadi win-win solution bagi kedua belah pihak," tegas Heri.
Polemik pembangunan Pelabuhan Marunda tak kunjung henti. KBN dan KTU membentuk anak perusahaan PT KCN dengan porsi kepemilikan saham KBN 15 persen (goodwill) yang tidak akan terdelusi dan KTU 85 persen.
Seiring berjalannya waktu, KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50, namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN sebagai pemilik saham KBN dan juga Dewan Komisaris PT KBN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News