Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, sebelumnya memang FTP II terhambat karena harga batubara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang sangat mahal. Tapi setelah ada perubahan peraturan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Panjaitan, masalah pasokan batubara PLTU Mulut tambang dilakukan oleh business to business.
"Dia (Luhut) berpikir mungkin ada yang tidak sampai, tapi bukan berarti itu tidak sampai. Kan gini, 35.000 mw pasti dapet karena kan ada 7.000 mw yang setengahnya udah jalan," kata Sofyan di Komplek Parlementer, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Sofyan menjelaskan, perkataan Luhut pada Jumat, 26 Agustus 2016 yang menyatakan bahwa pada 2019 ada 10.000 mw yang tidak akan bisa beroperasi komersil (Commercial on Date) bukan mengartikan Indonesia akan kiamat. Karena, 25.000 MW sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional dan sampai saat ini sudah berhasil menambah COD 5.000 per tahun.
"Nah gini, bukan berarti nanti kiamat kalau 35.000 Megawatt ini tidak jadi. Selama ini berapa per tahun, 2-3 ribu per tahunnya. Kalau 25.000 kan udah naik 5.000 per tahun," jelas dia.
Lebih lanjut, Sofyan menuturkan, 10.000 MW itu merupakan jatah PLN dalam megaproyek 35.000 MW yang akan disimpan dan akan dikeluarkan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dimasa depan.
"Yang punya PLN saya simpen, kalau pertumbuhan ekonomi bagus, industri banyak ya saya lepas," ucap dia.
Mantan Direktur Utama BRI ini menegaskan, bukan berarti megaproyek 35.000 MW akan mangkrak. Karena proyek-proyek yang dikerjakan oleh pengusaha listrik swasta (Independent Listrik Swasta/IPP) akan tetap berjalan.
"Karena punya PLN, ini cadangan kalau perekonomian kita tumbuh. Tapi bukan berarti ini tidak akan jalan, karena kan itu untuk daerah terluar, dan itu kan tidak pakai IPP," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News