Pengamat energi Faisal Basri. (Foto: MI/Rommy Pujianto).
Pengamat energi Faisal Basri. (Foto: MI/Rommy Pujianto).

Harga Gas Bumi tak Serta Merta Turun Meski Ada Holding

Husen Miftahudin • 07 September 2016 09:43
medcom.id, Jakarta: Pengamat energi Faisal Basri menyayangkan pernyataan Menteri BUMN Rini Soemarno yang menyebut harga gas bumi akan turun jika pemerintah melakukan holding migas. Padahal nyatanya, pembentukan holding migas malah akan membuat kerumitan pada bisnis masing-masing perusahaan.
 
Dalam skema holding migas, pemerintah akan menyatukan usaha bisnis PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dengan induk usaha dipegang oleh Pertamina. Kedua perusahaan pelat merah tersebut berbeda lini bisnis, sehingga bila disatukan, Faisal mengkhawatirkan kedua perusahaan tersebut akan berjalan sendiri-sendiri sesuai kepentingan dan tujuan perseroan.
 
"Ini hanya akan membuat kerumitan bisnis. Harga gas (yang tinggi) dijadikan alasan pemerintah untuk membentuk holding BUMN Migas," ujar Faisal dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (7/9/2016).

Tingginya harga gas bumi memang sudah dikeluhkan para industri selama bertahun-tahun. Sayangnya, pemerintah seakan tutup mata terhadap permasalahan yang membuat daya saing industri lebih rendah di mata pesaing dari negara ASEAN lainnya.
 
Menurut dia, permasalahan harga gas bumi terjadi lantaran para trader bebas menjadi penyambung ke para industri. Alhasil, harga gas bumi dimainkan para trader sehingga harganya melonjak di kisaran USD9 hingga USD15 per MMBTU. Padahal Singapura hanya sekitar USD4-USD5/MMBTU, Malaysia USD4,47/MMBTU, Filipina USD5,43/MMBTU, dan Vietnam sekitar USD7,5/MMBTU.
 
"Akar masalah semua ini adalah bisnis gas dijadikan bancakan oleh para pemburu renter alias para trader gas yang tidak memiliki modal infrastruktur gas (trader bertingkat). Trader ini memiliki kedekatan dengan lingkaran kekuasaan sehingga bisa mendapatkan alokasi gas," ujarnya.
 
Faisal mencontohkan gas yang dibeli PT Torabika dari sumber gas Bekasi. Trader pertama yang mendapatkannya adalah PT Odira. Pemasok pertama ini menjual kepada trader PT Mutiara Energi dengan harga USD9/MMBtu.
 
Selanjutnya, PT Mutiara Energi memindahtangankan gas ke PT Berkah Usaha Energi seharga USD11,75/MMBTU dengan menggunakan pipa open access 24 inchi milik Pertagas dengan toll fee sebesar USD0,22/MMBtu. Dengan demikian, PT Mutiara Energi memperoleh margin USD2,53/MMBTU.
 
Faisal menambahkan, PT Berkah Usaha Energi membangun pipa 12 inchi sepanjang 950 meter untuk menyalurkan gas kepada trader berikutnya, yaitu PT Gazcom Energi dengan harga USD12,25/MMBTU. Berarti PT Berkah Usaha Energi memperoleh margin USD0,5/MMBTU dengan hanya membangun pipa tak sampai satu km.
 
Dengan membangun pipa 6 inchi hanya sepanjang 182 meter, PT Gazcom menjual gas miliknya kepada pembeli akhir PT Torabika dengan harga USD14,50/MMBTU.
 
"Alhasil harga dari trader pertama sampai ke pembeli akhir terkerek dari USD9,00/MMBTU menjadi USD14,50 atau menggelembung sebesar USD5,5/MMBTU. Angka itu belum memperhitungkan harga beli yang harus dibayar oleh trader pertama," papar dia.
 
Celakanya, kiprah dan bisnis trader-trader gas seperti ini semakin subur apalagi mendapatkan sokongan dari PT Pertamina Gas (Pertagas), anak usaha PT Pertamina. Pasalnya 88,5 persen alokasi gas yang dimiliki Pertagas justru diberikan kepada trader gas.
 
"Dari data laporan keuangan Pertagas terakhir yang bisa diakses oleh publik, yakni pada 2014, jumlah gas yang dijual langsung oleh Pertagas hanya 11,5 persen yaitu ke PT Pupuk Sriwijaya (Persero) sebesar 4.230 BBTU dan ke PT Arwana AK sebesar 485 BBTU. Selebihnya, sebanyak 36.264 BBTU atau 88,5 persen dijual kepada 19 trader," ungkap Faisal.
 
Sementara daftar para trader yang menjadi mitra Pertagas sebagaimana tertera dalam Laporan Tahunan 2014 adalah:
 
PT Mutiara Energi.
PT Bayu Buana Gemilang.
PT Java Gas Indonesia.
PT Sadikung Niagamas Raya.
PT Surya Cipta Internusa.
PT Walinusa Energi.
PT Alamigas Mega Energy.
PT Dharma Pratama Sejati.
PT IGAS.
PT Trigas (CNG).
PT Ananta Virya (CNG).
PT Sentra Prima Services (CNG).
PT Patria Migas.
PT IEV Gas.
PT Raja Rafa Samudra.
PT Indonesia Pelita Pratama.
PT Berkah Mirza Insani.
PT Bayu Buana Gemilang.
PT Jabar Energi.
 
"Sejak terbentuknya Pertagas pada 2007 silam, kekisruhan pembangunan infrastruktur gas bumi marak terjadi. Contoh PGN membangun pipa gas di Muara Karang-Muara Bekasi, hal yang sama juga ditiru Pertagas dengan membangun pipa Muara Karang-Muara Tawar. Contoh lainnya, PGN mau membangun pipa di ruas Duri-Dumai, hal yang sama juga dilakukan Pertagas," tutup Faisal.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan