Surya menjelaskan, Geo Dipa memang dibentuk untuk menggarap lapangan panas bumi di Dieng dan Patuha. Keputusan pembentukan dan pendirian Geo Dipa diambil setelah proses musyawarah dan kajian mendalam dari pemerintah.
"Pemberian izin berdasarkan UU Panas Bumi melalui proses lelang yang dilakukan secara umum. Apabila Geo Dipa tidak menjadi pemenang tender, tentu saja Pemerintah Indonesia akan dianggap melakukan tindakan ingkar janji di dalam Global Settlement Agreement," ujar Surya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat 5 Mei 2017.
Geo Dipa mendapat hak pengelolaan Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) Area Dieng dan Area Patuha terhitung sejak 4 September 2002. Kemudian, Geo Dipa mendapat penegasan sebagai pengelola WKP Dataran Tinggi Dieng, terhitung mulai 1 Januari 2007 melalui Peraturan Menteri ESDM No. 2192.K/30/ MEM/2014.
Geo Dipa sudah mengoperasikan PLTP Patuha unit 1 (60 MW). Namun, saat ini, perizinan Geo Dipa sedang dipermasalahkan oleh mantan mitra kerjanya yang sebelumnya digandeng membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB).
Surya yang pernah menjadi direktur operasi Pertamina Geothermal Energi ini menegaskan izin konsesi tidak pernah dikenal di dalam hukum panas bumi di Indonesia. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Kuasa Hukum Geo Dipa, Heru Mardijarto menduga ada upaya kriminalisasi terhadap Geo Dipa. Padahal, proyek pengembangan wilayah panas bumi di Dieng dan Patuha merupakan aset negara dan berpotensi merugikan keuangan negara apabila tidak berlanjut.
"Dieng dan Patuha merupakan aset negara dan obyek vital nasional. Masalah ini tentu saja akan menghambat program untuk ketahanan energi listrik 35.000 MW sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden Jokowi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News