Senior Vice Presdent Gas and Power Gas Directorate Pertamina Djohardi Angga Kusumah mengatakan, sampai dengan 2019, Indonesia belum mempunyai cadangan gas baru dan cadangan gas Indonesia masih berasal dari lapangan-lapangan gas tua dengan setiap tahun terus mengalami penurunan produksi secara alami (natural decline). Itu menjadi penyebab untuk perlunya dilakukan impor gas.
"Di 2019 pasokan di dalam negerinya naturally declining, sementara produksi baru belum mulai. Misalnya Masela, Indonesia Deepwater Development (IDD), Natuna kan belum mulai. Karenanya dibutuhkan impor," kata Djohari, di JCC, Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Djohari menjelaskan, pada 2019 kebutuhan gas dalam negeri akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhaan ekonomi. Di saat itu juga akan terjadi kekurangan pasokan gas. Ia memperkirakan, kekurangan pasokan gas sekitar 500 MMSCFD. Kekurangan pasokan tersebut untuk memenuhi kebutuhan industri dan pembangkit listrik yang masuk dalam megaproyek 35.000 MW.
"Tapi ini mungkin bisa mencapai 500 MMSCFD. Karena itu terdiri dari power dan industri. Karena terlaksana proyek 35.000 MW PLN," ujar dia.
Djohari menekankan, impor gas dilakukan bukan karena ingin mendapatkan harga gas lebih murah. Tetapi, impor gas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. "Memang impor bukan hanya semata-mata faktor harga. Pada saat ini konsumsi dalam negeri itu 3000-3500 MMSCFD. Itu akan tumbuh 4-5 persen per tahunnya," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News